Orang Terkaya Palestina Turun Gunung, Perang Israel Meletus

by -299 Views

Konflik antara Israel dan Palestina kembali terjadi dan menyebabkan ribuan korban meninggal dunia. Konflik ini merupakan bagian dari rentetan panjang konflik berdarah yang telah terjadi sejak 70 tahun yang lalu di wilayah tersebut. Salah satu tokoh yang telah berusaha menciptakan perdamaian adalah Munib al Masri, seorang pengusaha dan orang terkaya di Palestina.

Munib al Masri lahir di Nablus, Palestina pada tahun 1934 dari keluarga berada. Ayahnya meninggal ketika Munib berusia 1,5 tahun dan merupakan seorang pedagang emas yang banyak bermitra dengan pedagang dari luar negeri. Munib tumbuh besar bersama ibunya dan tinggal di Palestina hingga usia 18 tahun. Selama tinggal di Palestina, dia menjadi saksi saat David Ben-Gurion memproklamasikan negara Israel pada 14 Mei 1948. Dia juga menjadi korban pertempuran pasca-proklamasi tersebut, dengan melihat bagaimana Nablus yang sebelumnya damai berubah menjadi medan pertempuran. Dia sering melihat pilot pesawat tempur Israel menjatuhkan bom di wilayah tempat tinggalnya, mengakibatkan rumah-rumah hancur dan banyak korban jiwa. Peristiwa ini membuat bibit balas dendam tumbuh dalam dirinya.

“Sambil berdiri di tempat penampungan, saya memutuskan untuk menjadi pilot pesawat tempur di Angkatan Udara Palestina agar saya bisa melawan Israel,” kata Munib kepada Wharton School of University of Pennsylvania.

Namun, situasi yang semakin tidak stabil membuat Munib terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya. Dengan modal uang saku sebesar 400 dolar AS, pada tahun 1952 dia pergi ke Beirut, Lebanon, dan melanjutkan perjalanan ke New York, Amerika Serikat menggunakan kapal laut. Di Amerika Serikat, Munib mulai membangun kehidupan baru. Dia kuliah jurusan perminyakan di University of Texas pada tahun 1955, dan kemudian melanjutkan studi geologi di Sul Ross University. Setelah belajar di Amerika Serikat, Munib kembali ke Timur Tengah dan mendirikan perusahaan pengeboran mineral dan air yang bernama Engineering & Development Group (Edgo) yang berbasis di Amman, Yordania. Perusahaan ini sukses dan membuat Munib dikenal sebagai ahli dalam menemukan sumber air di wilayah Timur Tengah yang kering.

Meskipun menjadi orang kaya, Munib tidak melupakan tanah kelahirannya, Palestina. Dia masih memendam cita-cita untuk membalas kekejaman Israel. Namun, karena takdir membawanya menjadi seorang pengusaha, Munib memilih berjuang melalui cara lain. Setelah sukses berkarier di sektor industri Timur Tengah, dia memutuskan kembali ke Palestina pada tahun 1993.

Munib bersama ekspatriat Palestina lainnya mendirikan Palestine Development and Investment (PADICO). Perusahaan ini berupaya membangun investasi di Palestina untuk meningkatkan perekonomian nasional di Tepi Barat dan Jalur Gaza. PADICO adalah otak di balik kehadiran Bursa Efek Palestina dan investasi asing dalam pembangunan fasilitas dan infrastruktur. Munib menganggap pendirian PADICO sebagai perjuangan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, pendidikan, dan pembangunan bangsa Palestina. Meskipun upaya ini tidak mudah, Munib terus melanjutkan perjuangannya.

Namun, otoritas Israel bereaksi keras terhadap upaya Munib untuk meningkatkan kemerdekaan Palestina. Jalur perdagangan dan distribusi PADICO sering ditutup oleh otoritas Israel, sehingga investor kehilangan kepercayaan dan sulit untuk diajak berinvestasi. Meski begitu, Munib tetap berjuang untuk kepentingan nasional Palestina.

Perjuangan Munib mulai membuahkan hasil. Uang pribadinya telah membantu ribuan orang Palestina dengan menyediakan obat-obatan gratis dan membangun kembali rumah yang dihancurkan oleh Israel. Munib juga telah mendirikan berbagai universitas di Palestina dan membantu operasional rumah sakit serta memberi beasiswa kepada anak-anak Palestina. Perusahaan PADICO yang dipimpin oleh keluarganya, terutama Bashar Masri, telah menjadi perusahaan investasi besar yang mengelola dana sebesar 815 juta dolar AS untuk pembangunan sektor finansial, energi, industri, dan properti. Semua keuntungan ini dialihkan untuk kesejahteraan rakyat Palestina.

Munib al Masri, meskipun tidak menjadi seorang pilot pesawat tempur, telah berhasil berjuang dengan caranya sendiri melalui bisnis dan investasi. Dalam wawancara tahun 2002, dia menyatakan bahwa dia cukup puas dengan apa yang telah dia capai dan hanya perlu menunggu waktu untuk melihat Palestina merdeka. Saat ini, Munib berusia 89 tahun dan terus menunggu Palestina merdeka meskipun harapan itu selalu tertutup oleh awan hitam.

Sumber: CNBC Indonesia