Keberadaan pemberian penguasaan Hak Guna Usaha (HGU) tanah Ibu kota baru atau ibu kota negara (IKN) kepada investor lewat perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN menjadi kegelisahan kalangan praktisi pertanahan dan hukum di Indonesia.
Alhasil, mereka berencana menggelar seminar nasional melakukan eksaminasi publik terhadap perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 yang dianggap memberikan karpet merah kepada investor asing untuk menguasai tanah di Indonesia.
Ketua Perkumpulan Pemerhati Pertanahan dan Agraria Terpadu Indonesia (P3ATI) Dr Made Pria Dharsana, SH, MHum menjelaskan pihaknya tadinya akan mengangkat isu berkaitan dengan beberapa kasus tanah di Bali, tapi dirinya lebih tertarik kepada pengesahan Undang-Undang IKN.
“Di mana dalam UU IKN tersebut pemberian kemudahan fasilitas dalam investasi sangat berlebih kepada penanaman modal untuk penguasaan tanah HGB (Hak Guna Bangunan) maupun HGU (Hak Guna Usaha). Nah ketentuan di Undang-Undang IKN dalam tanda petik ‘menyimpangi’ beberapa dari asas hak atas tanah,” ungkap Pria Dharsana didampingi Sekretaris Jenderal Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Sekjen Kagama) Bali Arya Suharja saat ditemui awak media di Renon, Denpasar Kamis (26/10/2023).
Hal itu sebutnya, memberikan penguasaan tanah bagi penanaman modal, baik dari sisi pembayaran dan pengajuan permohonan di muka. Di mana 30 tahun pemberian HGU, pembaruan 20 tahun dan perpanjangan 20 tahun yang dibayar di depan. Sangat jelas pemerintah atau negara dalam hal ini memberikan ruang terbuka bagi penanaman modal.
“Kalau kita baca putusan Mahkamah Konstitusi 21-22 tahun 2007, bahwa negara tidak boleh kehilangan hak untuk mengatur, mengelola, mengurus dan mengawasi tentang tanah-tanah yang dikuasai baik perorangan maupun penanaman modal. Sehingga dengan demikian satu pasal di dalam Undang Undang 25 tahun 2007 tentang penanaman modal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan tidak sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria,” tegas Pria Dharsana yang juga notaris senior.
Ia menekankan, penting bagi pemerhati pertanahan untuk melakukan kajian mendalam terhadap munculnya keinginan pemerintah memberi ruang bagi investor melalui perubahan undang- undang IKN. Pemerintah terlalu jauh telah memberikan HGU hampir 190 tahun atau 2 siklus perpanjangan dan pembaharuan. Untuk itu pihaknya bersama-sama akan menggugat undang undang IKN melalui seminar nasional yang dilaksanakan pada bulan November di Bali.
Dalam kasus ini tak menutup kemungkinan pemerintah juga bisa digugat karena terlalu naif memberikan karpet merah bagi penanaman modal. Masalahnya, belum tentu investor dalam proses penguasaan akan mengerjakan, mengolah dan memanfaatkan tanah yang sudah diberikan negara.
“Jadi kita tidak boleh membiarkan dan kita tidak bisa diam saja dan kita harus melakukan sebuah kajian dan memberikan masukan bahwa ini tidak benar,” pungkas Pria Dharsana.