Kesal dengan Kehidupan Kaya, Si Kaya Raya Ingin Hidup Sederhana

by -100 Views

Bob Sadino, Bukalapak Hidup Hidup Bob Sadino: ‘Mereka Bilang Saya Gila’

Jakarta, CNBC Indonesia – Setiap orang pasti senang mengetahui dirinya memperoleh keistimewaan berupaya kekayaan melimpah dari lahir. Sebab, orang itu tak lagi perlu susah payah mencari uang hingga dewasa.

Namun, ada satu orang rupanya yang justru tak senang atas keistimewaan itu. Orang itu bernama Bob Sadino.

Lahir dari keluarga berkecukupan sebenarnya tidak membuat Bob Sadino pusing memikirkan masa depan. Dia bisa minta uang ke bapaknya untuk jalan-jalan keliling dunia atau sekedar nongkrong bareng teman.

“Dari kecil saya hidup berkecukupan. Jenuh banget! Saya memutuskan untuk memiskinkan diri,” kata Bob dalam Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila (2009)

Ucapan itu keluar dari mulutnya sekitar tahun 1967. Di tahun itu dia sudah berusia 34 tahun dan sudah pernah kerja di Unilever, perusahaan pelayaran Djakarta Lloyd, hidup sembilan tahun di Belanda, dan punya dua mobil Mercedes Benz.

Beranjak dari rasa jenuh itulah dia memutuskan untuk menjalani hidup sebagai pengusaha, ketimbang bekerja bersama orang lain. Sebagai modal hidup, sesampainya di Indonesia, dia memanfaatkan Mercedes Benz miliknya.

“Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan, yang ketika itu masih sepi dan lebih berupa sawah dan kebun. Mobil satunya lagi ia taksikan. Bob sendiri sopirnya,” tulis pengarang buku Apa dan Siapa? (2004)

Nahas, saat menjadi sopir taksi musibah menimpa Bob. Terjadi kecelakaan dan mobilnya hancur. Otomatis, mata pencahariannya menghilang. Agar bisa menghidupi anak dan istrinya, dia banting setir jadi kuli bangunan. Baginya ini adalah keputusan terbaik, lagi-lagi dibanding bekerja dengan orang. Padahal saat itu, istrinya bisa dengan mudah bekerja di perusahaan karena punya pengalaman mentereng kerja di luar negeri.

Alhasil, dia menjalani fase itu dengan kesulitan. Keinginan hidup miskin pun tercapai. Namun, rupanya menjadi miskin membuat Bob Sadino pusing. Dia tak punya uang dan merasa kesulitan berbisnis. Dia tidak mau sembarangan memakai uang tabungan meski bisa menolong kehidupannya.

Sampai suatu hari pada 1967, Bob bertemu dengan Sri Mulyono Herlambang, seorang eks-Jenderal dari Angkatan Udara Republik Indonesia. Sri Herlambang diketahui baru saja memulai bisnis ternak ayam ras dari Jepang dan Amerika. Karena pasar di Indonesia masih minim, Sri mengajak Bob untuk ternak ayam saja.

Bahkan, Sri tak sekedar mengajak. Dia memberikan 50 ekor ayam ras secara gratis sebagai modal pertama. Seluruh ayam itulah yang dimanfaatkan untuk hidup. Dia menjadikan ayam itu sebagai ayam petelur. Hasil telur itulah yang ditawarkan dari rumah ke rumah. Dari sinilah, Bob sebagai pengusaha mulai dikenal banyak orang. Tercatat ada 15 rumah yang jadi langganannya.

Seiring waktu, dua tahun setelah sukses jadi pedagang telur, Bob mendirikan toko serba ada bernama Kem Chiks pada 1969 di Kemang. Di toko itulah dia menjual telur, sayuran hidroponik, dan daging ayam potong.

Pada tahun 1980-an, Kem Chiks sangat berjaya. Pengunjung tokonya mencapai 1.200 orang per hari. Lalu per bulan, tokonya sukses menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

Hingga akhirnya, Bob membangun toko di Pondok Indah dan Jl. Balikpapan Jakarta. Total seluruh cabangnya memperkerjakan 300-an orang. Tak hanya itu, dia juga membangun pabrik daging olahan yang memproduksi sosis dan ham. Olahannya kemudian dipasarkan di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya.

Sejak itulah dia dikenal sebagai pengusaha besar di era Orde Baru, dengan gaya khasnya: pakai kemeja dan celana pendek. Sebelum meninggal pada 2015, Bob selalu mengajak para sarjana mengikuti jejak hidupnya, yakni memilih menjadi pengusaha ketimbang bekerja dengan orang.