Mengapa Pelihara Setan Tidak Akan Membuat Manusia Menjadi Kaya: Alasan Logis

by -128 Views

Pesugihan, Setan, dan Kapitalisme: Kritik Michael Taussig

Jakarta, CNBC Indonesia – Menjadi sukses dan hidup berkecukupan impian setiap manusia. Manusia rela banting tulang untuk meraih itu semua. Caranya juga beragam, ada yang kerja lembur dan investasi. Namun, ada pula yang meraihnya dengan jalan pintas, seperti melakukan aksi kriminalitas atau mungkin melakukan hal gaib dan mistis. Khusus yang kedua, tidak sedikit manusia yang melakukan berbagai ritual persekutuan dengan setan. Sebut salah satunya pesugihan.

Pesugihan dapat diartikan sebagai upaya mendapat kekayaan dengan melakukan perjanjian bersama makhluk gaib. Cara ini tidak hanya ada di Indonesia, melainkan juga terjadi di berbagai belahan dunia lain.

Antropolog Australia Michael Taussig dalam The Devil and Commodity Fetishism in South America (1970) melakukan penelitian panjang tentang hal ini ketika mengunjungi Amerika Selatan, tepatnya di Kolumbia dan Bolivia. Taussig melihat fenomena pesugihan (Taussig menyebutnya sebagai persekutuan dengan setan) di dua wilayah tersebut.

Di perkebunan Kolumbia, Taussig mendengar mitos kalau para petani melakukan hal gaib untuk meningkatkan hasil panen. Yakni dengan melakukan pesugihan dan menjadi budak setan. Keduanya punya kontrak khusus.

Apabila petani mendapat untung maka harus dialihkan untuk kegiatan konsumerisme seperti belanja barang-barang mewah. Jika dilanggar, maka mereka akan meninggal tiba-tiba.

Taussig tentu tidak percaya atas hal ini, tetapi sebagai antropolog dia harus menemukan jawabannya. Singkat cerita, dia berhasil membongkar misteri pesugihan dengan memberikan perspektif berbeda.

Perlu diketahui, mayoritas para ahli mengungkap fenomena seperti ini didasarkan oleh kecemburuan. Singkatnya, para petani yang miskin sebetulnya iri terhadap orang yang dapat harta mendadak. Jadi, mereka menuduh para orang kaya baru bersekutu dengan setan. Dan ini sebetulnya logis.

Dalam tulisan berbeda berjudul “The Ghost in the Machine” (2018) di Jacobin, Taussig memaparkan mitos itu muncul sebagai upaya kritik para pekerja atas suburnya kapitalisme. Bagi mereka, kapitalisme membuat orang tercerai-berai dari tanah leluhur karena berhasil memusnahkan praktik ekonomi tradisional.

“Cerita pesugihan diproduksi untuk memahami keterasingan mereka [..] dan sebagai tanggapan atas gangguan sosial besar-besaran yang ditimbulkan atas kemunculan akumulasi modal swasta,” katanya

Lantas, pada titik inilah cerita imajinatif muncul di masyarakat kalau orang kaya tersebut bersekutu dengan setan. Cerita itu sebetulnya memiliki pesan mitigasi agar para petani tidak menjadi kaya dan tetap bertahan dengan sistem ekonomi tradisional.

Bisa dikatakan, balutan bahwa mereka akan mati karena gagal meneken kontrak dengan setan murni untuk menakut-nakuti saja. Agar mereka menjauh dari kapitalisme yang jahat.

Kapitalisme sendiri dipandang sebagai setan atau iblis karena sama-sama menimbulkan ketakutan. Jika setan menimbulkan ketakutan terhadap imajinasi manusia, maka kapitalisme menimbulkan ketakutan akan tindakan eksploitasi.

Berkat riset ini, Taussig kemudian diganjar penghargaan bergengsi seperti Berlin Prize dan Guggenheim Fellowship.

Dengan temuan Taussig kita mengetahui kalau narasi pesugihan atau cara lain seperti babi ngepet dan tuyul yang lazim diproduksi di Indonesia adalah cerita imajinatif belaka. Dan bisa ditarik kesimpulan kalau kekuatan supranatural sebagai cara meraih kekayaan biasanya tumbuh subur ketika kapitalisme muncul di suatu wilayah.

[Gambas:Video CNBC]

(mfa/mfa)