Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

by -494 Views

Oleh Prabowo Subianto, diambil dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi softcover keempat.

Koperasi pada dasarnya tentang menyamakan peluang. Mereka ada untuk memberdayakan orang-orang yang kurang beruntung, itulah mengapa penyegaran koperasi dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, ini tidak berarti kita harus memperkuat koperasi dengan merugikan sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Namun, koperasi bertugas untuk mendukung atau memberdayakan yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan oposisi tetapi tentang maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi negara kita. Masing-masing, dengan kekuatan uniknya, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah sukses diterapkan di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China.

Pernah ada waktu ketika koperasi Indonesia menjadi iri banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kami menuju swasembada.

Saya yakin bahwa dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia dapat berkembang dan menjadi alat yang powerful untuk kesetaraan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Sebagai contoh, mari kita bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik-pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyatlah yang membangun pabrik-pabrik tersebut. Modal kerja adalah uang rakyat. Namun, begitu pupuk diproduksi dan siap didistribusikan, pupuk itu berakhir di tangan distributor swasta. Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, era Orde Baru, situasinya tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena beberapa menganggap koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka digantikan oleh perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perusahaan terbatas (PT), membawa masuk skenario yang terlalu akrab di Indonesia, bukan? Nipotisme menjadi pusat perhatian.

Jadi, kita perlu kembali pada asas, pada prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang rakyat; distribusinya juga harus dilakukan oleh rakyat, melalui koperasi dan pemerintah jika perlu.

Selain menjadi alat untuk kesetaraan, koperasi juga dapat mendorong swasembada kita. Namun, ini memerlukan upaya bersama, pemikiran, dan komitmen serius. Kita tidak boleh menganggap ini sebagai bisnis biasa. Ini bukan tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai upaya nasional.

Source link