Kisah Orang di Balik Keberhasilan China Menjadi Swasembada Beras, Indonesia Ingin Mencontoh

by -80 Views

Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi beberapa waktu lalu, Menko Kemaritiman RI Luhut Panjaitan meminta China melakukan transfer teknologi terutama di bidang pembibitan padi. Tujuannya agar Indonesia bisa mencapai swasembada beras, tak melulu impor. Alasan Luhut melakukan permintaan tersebut tentu saja tak terlepas dari kejayaan China di industri pangan. Sejarah mencatat pernah ada ilmuwan sekaligus petani China yang menemukan varietas baru yang memungkinkan produksi beras melonjak berkali-kali lipat hingga mencukupi kebutuhan pasar. Ilmuwan juga petani tersebut ialah Yuan Longping.

Pada 1964, Yuan mempelopori pengembangan padi jenis baru yang bisa tumbuh lebih cepat dan bisa bertahan di lahan kurang subur, tapi bisa menghasilkan panen lebih banyak. Tindakan ini dilakukannya didasari rasa prihatin sebab beberapa tahun sebelumnya terjadi peristiwa kelaparan besar yang menewaskan ribuan masyarakat China. Atas dasar ini, dia mempelopori pengembangan padi baru dan berupaya mematahkan stigma genetik kuno yang menyebut padi tidak bisa dilakukan perkawinan silang. Dia melakukan penanaman sendiri untuk uji coba. Caranya, adalah dengan melakukan perkawinan silang benih padi jantan yang mandul dengan benih padi yang lain.

Varietas tersebut kelak diberi nama padi hibrida dan menjadi terobosan baru selain penanaman padi teknik konvensional. Penemuan ini dengan cepat diterapkan secara massal pada 1976 dan terbukti berhasil meningkatkan produksi padi sebesar 20%-30% lebih banyak dibanding biasanya. Dalam catatan New York Post, padi hibrida awalnya telah berhasil ditanam di lahan seluas 16 juta hektare (ha), atau keseluruhan dari sawah di China, yang kesuburannya hanya 9%. Meski banyak tantangan, pemerintah menyebut penemuan Yuan berhasil memberi makan seluruh penduduk China. Apalagi, setelah dilakukan komersialisasi.

“Komersialisasi padi hibrida yang dikelola pemerintah China menyebabkan peningkatan besar dalam produksi padi. Secara umum, hasil padi hibrida melebihi padi konvensional sebesar 20-30%. Bahkan, sampai sekarang (2021) lebih dari 6 miliar hektar padi hibrida telah ditanam di China,” tulis riset dari Chinese Academy of Agricultural Sciences.

Menariknya, penemuan ini tak dipatenkan oleh Yuan, meski di sisi lain paten sangat mungkin dan bisa membuat kaya raya. Yuan akhirnya lebih memilih menyumbangkan pengetahuan ke berbagai lembaga dan negara. Dia pernah ditugaskan Food and Agriculture Organization (FAO) menjadi kepala proyek padi hibrida internasional. Selain itu, dia juga secara sukarela jadi konsultan di International Rice Research Institute (IRRI) dan membagikan ilmu secara gratis ke para petani di Australia, Inggris, Mesir, Italia, Jepang, AS, dan Indonesia.

“Orang-orang yang diajari Yuan telah jadi tulang punggung penelitian dan pengembangan padi hibrida di lembaga dan negara masing-masing. Dengan bantuan teknis dari China, banyak negara telah menjadi negara penghasil padi hibrida berskala besar di dunia,” ungkap riset tersebut.

Sejak itulah dia menjadi terkenal dan dianugerahi banyak penghargaan internasional. Banyak juga yang menganggapnya sebagai pahlawan di sektor pertanian. Sebab, lahapnya masyarakat Asia menyantap produk beras berkat tangan dinginnya. Pemerintah China secara khusus menjulukinya sebagai “Bapak Hibrida.” Julukan itu tak berlebihan karena banyak negara yang mengalami kenaikan produksi beras dalam skala luar biasa. Salah satunya adalah China yang beralih ke padi hibrida dan sukses menjadi negara swasembada beras. Sayang, kiprah besar Yuan harus terhenti pada 22 Mei 2021 usai meninggal di usia 92 tahun karena sakit.