SIDANG kasus penipuan dan penggelapan dengan modus investasi modal usaha untuk memenuhi kebutuhan kain sprei merek King Koil diadakan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (16/5/2024).
Terdakwa Greddy Harnando (40 tahun) yang tinggal di Wisma Pagesangan III/56 Surabaya dan Indah Catur Agustin (37 tahun) yang tinggal di Ketintang Wiyata 05/06 RT. 003 RW. 004 Kel. Ketintang Kec. Gayungan Surabaya (berkas terpisah) bersama-sama menjanjikan keuntungan sebesar 4 persen setiap bulan kepada korban Canggih Soliemin jika mau berinvestasi besar di perusahaan mereka, PT Garda Tanatek Indonesia (PT GTI).
Namun kenyataannya, tidak ada keuntungan yang diterima oleh korban sesuai dengan janji terdakwa. Bahkan modal usaha sebesar Rp 5,950 miliar yang ingin ditarik tidak diberikan dan hanya diberikan jaminan berupa 7 lembar cek BCA KCP Klampis. Saat cek tersebut dicairkan, bank menolak dengan alasan rekening giro atau rekening khusus telah ditutup.
Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati, Vini Angeline, dan Agus Budiarto dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, korban pertama kali mengenal Greddy Harnando pada tahun 2019. Pada tahun 2020, korban bertemu dengan Indah Catur Agustin di Cafe Tanamerah Jalan Trunojoyo 75 Surabaya. Greddy Harnando mengaku sebagai Komisaris Utama di PT GTI yang bergerak dalam perdagangan besar tekstil, pakaian, dan alas kaki, sedangkan Indah adalah Direktur Utamanya.
Pada bulan September 2020, Greddy bertemu kembali dengan korban dan dua orang saksi di Cafe Tanahmera Jalan Trunojoyo No. 75 Surabaya. Greddy mengatakan bahwa PT GTI sedang bekerjasama dengan PT Duta Abadi Primantara, pemegang lisensi resmi merek King Koil di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kain senilai milyaran rupiah.
Dalam kondisi pandemi COVID-19, banyak rumah sakit membutuhkan sprei sekali pakai yang kemudian dibuang. King Koil menerima pesanan sprei dalam jumlah besar dari rumah sakit-rumah sakit.
Greedy Harnando kemudian meminta korban untuk berinvestasi dan menjanjikan keuntungan sebesar 4 persen dari nilai investasi tersebut. Indah juga meyakinkan korban dengan orderan besar dari King Koil dan menjanjikan bagi hasil 4 persen setiap bulan. Korban tertarik dan menginvestasikan dana sebesar Rp 5,950 miliar.
Setelah jatuh tempo kesepakatan, korban tidak mendapatkan keuntungan yang dijanjikan. Korban meminta kembalikan modal investasi tapi terdakwa mengelak dengan alasan pemenuhan kebutuhan kain King Koil. Greddy memberikan 7 lembar cek BCA KCP Klampis sebesar Rp 5,950 miliar kepada korban, namun cek tersebut tidak bisa dicairkan karena rekening telah ditutup.
Setelah desakan dari korban, akhirnya sebagian dana bisa dikembalikan sejumlah Rp 1,125 miliar dengan alasan PT Duta Abadi Primantara belum membayar PT GTI.
Saksi menyatakan bahwa perusahaan tempatnya bekerja tidak pernah bekerja sama dengan terdakwa dan korban mengalami kerugian sebesar Rp 4.825.000.000.
Atas perbuatan tersebut, terdakwa dijerat dengan Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penasehat hukum dari terdakwa akan mengajukan Eksepsi sebagai tanggapan terhadap dakwaan JPU.