Cerita Penyelidikan tentang Harta Karun Emas Prabu Siliwangi yang diyakini dapat Membayar Utang Negara

by -41 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Cerita harta karun dari masa kerajaan kuno menarik perhatian banyak orang. Salah satunya adalah Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar. Dia diketahui mendapat informasi emas peninggalan harta Prabu Siliwangi. Dia pun melakukan pencarian supaya utang negara bisa lunas. Namun, hasilnya sangat tak diduga.

Bagaimana ceritanya?

Pada pertengahan 2002, Said Agil Husin Al Munawar mendapat informasi dari seseorang tak dikenal kalau ada bongkahan emas peninggalan harta Prabu Siliwangi di kompleks Prasasti Batu Tulis, Bogor.

Said Agil sumringah. Pikirnya, jika kabar itu benar, maka negara akan tertimpa durian runtuh. Dia mengklaim kalau emas itu dijual, maka utang negara akan lunas. Saat itu, utang negara mencapai 36,4 Miliar dollar AS. Kabar ini pun heboh dan menjadi pemberitaan banyak media massa nasional kala itu.

“Saya terpilih sebagai orang yang diberi amanah untuk bisa mengembalikannya kepada negara,” kata Said, dikutip dari arsip Tempo (3 November 2002)

Kabar ini diteruskan Said kepada Presiden Megawati. Presiden, menurut klaimnya, setuju untuk eksplorasi. Pada bulan Agustus, Said memerintah sekelompok orang untuk menggali harta di kompleks prasasti Batu Tulis. Batu Tulis sendiri adalah salah satu prasasti purbakala peninggalan Kerajaan Sunda. Secara eksplisit prasasti itu hanyalah monumen peringatan atas jasa besar yang dilakukan Sri Baduga Maharaja. Tidak ada satupun petunjuk keberadaan harta karun.

Namun, fakta sejarah tidak menghalangi langkah Said. Dia tetap percaya kalau ada harta karun di sana. Lantas, diadakan penggalian oleh sekelompok orang atas suruhan Said. Protes pun datang dari penduduk sekitar. Berdasarkan arsip Tempo, warga membentangkan spanduk berisi penghentian penggalian. Mereka tentu menilai upaya Said merusak warisan leluhur dan melukai hati masyarakat Sunda.

Entah ada kaitannya atau tidak, alam pun dikabarkan murka atas kejadian tersebut. Menurut Rakhmad Hidayat, dkk dalam Dinamika Masyarakat Kota Bogor (2017), saat dan setelah penggalian malah terjadi badai besar, petir dan angin kencang.

Penggalian harta karun tersebut dipimpin langsung oleh Said Agil di Bogor dari siang hingga malam hari. Selama 10 jam, penggali berhasil menggali tanah berkedalaman dua meter, panjang empat meter, dan lebar satu meter. Tidak ditemukan emas sama sekali.

Protes semakin menjadi-jadi. Said dinilai tidak rasional. Sebagai pejabat negara, orang terdidik, dan ulama harusnya dia memiliki pikiran logis untuk mengetahui harta karun. Atau jika ngotot mengadakan penggalian, dia juga harus memerhatikan prosedur ilmiah agar tidak merusak prasasti.

Karena sudah gembar-gembor dan telanjur malu, Said menyiapkan alasan yang lebih tidak masuk akal. Mengutip arsip Tempo di tanggal berbeda (15 Agustus 2002), Said beralasan kalau emas tersebut hilang karena kabar emas sudah disebar lebih dulu sebelum ditemukan. Selain itu, ia menganggap ada pihak yang tidak ikhlas memberikannya kepada negara. Akibatnya harta tersebut tidak ditemukan.

Belakangan, Presiden Megawati angkat bicara. Ketua Umum PDIP itu tidak merasa memerintahkan Said untuk mengurusi harta karun di Batu Tulis. Artinya, Said mencatut nama Megawati untuk memulai penggalian. Penggalian pun dihentikan. Sampai kini, harta karun Batu Tulis tidak terbukti ada.