Hatta Memilih Hidup Miskin Daripada Mencuri Uang Rakyat

by -69 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Para pejabat di Indonesia sering menjadi sorotan. Mereka memiliki harta yang fantastis dan hidup mewah meskipun gaji bulanannya tidak sebanding. Apa yang terjadi pada para pejabat Indonesia saat ini sangat berbeda dengan sikap proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta.

Meskipun berkuasa dan memiliki citra yang gemilang, Hatta sering kali tidak memiliki uang. Dia memilih untuk hidup dalam kemiskinan dan sederhana daripada memanfaatkan posisinya untuk mencuri uang rakyat untuk kepentingan pribadi.

Bagaimana kisahnya?

Integritas Hatta terhadap kesederhanaan dan anti-korupsi terlihat dari cara dia menjalani hidup. Meskipun berkuasa, Hatta bisa saja meminta uang dari negara untuk kepentingan pribadi. Namun, dia memilih untuk menolak korupsi. Ada banyak cerita yang terkait dengan hal ini.

Salah satu contohnya adalah pada tahun 1950-an, dimana Hatta tertarik dengan sepatu Bally yang dia lihat di salah satu iklan. Namun, harga sepatu Bally saat itu sangat mahal. Meskipun tidak diketahui secara pasti berapa harganya, namun jika dia membelinya, keluarga Hatta akan kekurangan makan.

Pada saat itu, Hatta sudah pensiun sebagai Wakil Presiden. Uang pensiunnya hanya Rp1.000. Jumlah uang sebesar itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Oleh karena itu, semua kebutuhan menjadi prioritas utama daripada membeli sepatu.

Akibatnya, Hatta hanya bisa menelan kekecewaan saat melihat iklan sepatu Bally. Dia kemudian memotong iklan tersebut dan menyimpannya dalam catatan harian. Hal itu dilakukan sambil bermimpi agar suatu hari nanti dia bisa membeli sepatu tersebut.

Sebagai pensiunan, kehidupan Hatta selalu diwarnai oleh kesulitan keuangan. Tidak hanya sulit membeli sepatu Bally, dia juga tidak bisa membayar tagihan listrik, air, dan telepon setiap bulannya.

Kondisi ini akhirnya menyebabkan anak Hatta, Rahmi, memiliki ide aneh. Ceritanya tercatat dalam buku “Pribadi Manusia Hatta” (2002), dimana dia ingin meletakkan kotak uang agar para tamu mengisinya ketika berkunjung. Tentu saja, Hatta marah dan tidak setuju dengan ide tersebut karena itu sama halnya dengan meminta-minta.

Melihat kondisi finansial Hatta yang memprihatinkan, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, merasa iba. Dalam otobiografi berjudul “Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi” (2012), dia mencari cara untuk membantu proklamator itu. Akhirnya, atas nama Gubernur DKI, semua tagihan di rumah Hatta dibebaskan.

Meskipun tagihan sudah dibebaskan, itu tidak membuat kondisi keuangan Hatta menjadi lebih baik. Saat sakit parah dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar, Hatta tidak memiliki uang. Untuk itu, pemerintah melalui Sekretariat Negara mengambil inisiatif untuk membiayai perjalanan dan pengobatan Hatta ke Belanda.

Namun, Hatta tidak merasa nyaman dengan hal tersebut. Dia tidak ingin menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi, meskipun sebagai mantan wakil presiden dia memiliki hak atas biaya kesehatan yang bisa ditanggung negara.

Akhirnya, Hatta menggunakan tabungannya untuk mengembalikan semua biaya pengobatan dan perjalanan ke negara. Meskipun negara menolaknya, Hatta tetap bersikukuh untuk melunasi uang negara tersebut.

Kesederhanaan dan integritas Hatta terhadap korupsi dipegang teguh sampai akhir hayatnya. Hingga wafat pada tahun 1980, dia tetap tidak bisa membeli sepatu Bally dan hidup dalam kesederhanaan.

(mfa/mfa)