LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [PRESIDENT SUKARNO]

by -39 Views

Dalam sejarah Indonesia, beberapa ksatria telah menunjukkan keberanian dan ketahanan mereka. Ksatria yang berani melawan penjajah asing daripada tunduk atau tunduk kepada kekuatan asing yang sombong dan congkak. Salah satu ksatria yang menjadi panutan saya adalah Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno. Beliau adalah seorang intelektual besar, orator dan pengorganisir. Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari Presiden pertama Indonesia, Presiden Sukarno. Pelajaran yang saya pelajari dari beliau bisa menjadi sebuah buku tersendiri. Bung Karno lahir di Surabaya pada tahun 1901. Pada tahun 1927, pada usia muda 26 tahun, beliau mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Karena tulisan-tulisan beliau yang berpengaruh dalam mengobarkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia, pada tahun 1929, Bung Karno ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di penjara Banceuy, Bandung. Setahun kemudian, beliau dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Dari dalam penjara, Sukarno merumuskan pidato fenomenalnya, Indonesia Menggugat. Sebuah pidato bersejarah yang masih sangat relevan hingga saat ini. Pada tahun 1938 hingga 1942, Bung Karno diasingkan ke Ende. Belanda, karena keadaan saat itu, hanya membebaskannya selama pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942. Selama masa ini, beliau aktif bekerja untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, merumuskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta meletakkan dasar bagi pemerintahan Indonesia yang baru. Dalam buku ini, saya ingin menarik perhatian Anda pada beberapa peristiwa sejarah yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan negara dan bangsa kita. Peristiwa pertama adalah keberanian Presiden Sukarno dalam menyatakan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Seperti yang bisa dibayangkan, pada saat itu, negara kita bisa dikatakan tidak memiliki apa-apa. Namun Presiden Sukarno berani mengumpulkan massa di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta dan membacakan pidato berikut: Saudara-saudara, rekan-rekan sebangsa dan setanah air! Saya telah mengumpulkan kalian semua di sini untuk menjadi saksi dari salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah kita. Selama puluhan tahun, kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan selama ratusan tahun! Banyak gerakan kita untuk merebut kemerdekaan telah mengalami kemajuan dan kemunduran, namun semangat kita tetap pada tujuan utama. Juga selama penjajahan Jepang, upaya kita untuk mencapai kemerdekaan kita telah terus-menerus. Mungkin terlihat bahwa kita bergantung pada Jepang, namun pada hakikatnya, kita bergantung pada keteguhan hati kita, pada kekuatan kita. Sekarang saatnya untuk benar-benar mengendalikan nasib bangsa kita, tanah air kita. Hanya bangsa yang berani mengendalikan nasibnya sendiri yang akan mampu bertahan dengan kuat dan bangga. Maka pada hari ini, kita telah berunding dengan para pemimpin Indonesia dari seluruh Indonesia. Kita telah mencapai kesepakatan bahwa sekarang adalah waktu untuk menyatakan kemerdekaan kita. Saudara-saudara! Maka dengan tegas kita nyatakan: Bisa dibayangkan keadaan Bung Karno saat itu. Beliau beserta Bung Hatta menyatakan kemerdekaan Indonesia. Pernyataan ini menimbulkan pemberontakan terhadap Pasukan Sekutu, yang merupakan pemenang Perang Dunia II dan memiliki senjata nuklir. Saat itu kita tidak memiliki apa-apa. Senjata yang kita miliki hanyalah sisa-sisa dari persenjataan Belanda dan Jepang yang kita berhasil rebut. Peristiwa kedua yang penting bagi pembentukan Indonesia, dan bagi saya, adalah pidato yang disampaikan Presiden Sukarno dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Pada saat itu, Presiden Sukarno berada di bawah tekanan besar untuk menciptakan dasar ideologis bagi negara Indonesia yang baru merdeka. Beberapa mendorong untuk memiliki dasar ideologis berdasarkan agama atau kelompok etnis tertentu. Namun beliau dengan tenang memutuskan, di hadapan rapat tersebut, bahwa Indonesia akan didirikan berdasarkan Pancasila. Presiden Sukarno berkata: Kita ingin menciptakan negara untuk semua orang. Bukan untuk satu orang, bukan untuk satu kelompok, bukan untuk kaum bangsawan, bukan untuk orang kaya – tapi untuk semua orang! Republik Indonesia bukanlah milik kelompok tunggal, juga bukan milik agama tertentu atau kelompok etnis atau budaya tertentu, namun milik kita semua dari Sabang hingga Merauke. Dalam buku ini, saya juga ingin membahas Bung Karno dari sudut pandang Profesor Soemitro, ayah saya. Pak Soemitro sangat dikenal dalam sejarah Indonesia sebagai salah satu lawan politik Bung Karno yang telah lama. Pak Soemitro bahkan ikut dalam pemberontakan PRRI/Permesta terhadap pemerintahan Presiden Sukarno. Karena saya adalah anak dari Profesor Soemitro, ada yang bisa mengatakan bahwa saya berasal dari keluarga anti-Sukarno. Namun, yang menarik, Pak Soemitro selalu mengingatkan kami, anak-anaknya, bahwa dia menentang Bung Karno karena pandangan politik yang berlawanan, terutama tentang komunisme dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Beliau pernah berkata, ‘Tapi, anak-anakku, kalian semua harus ingat bahwa saya tidak pernah mengatakan bahwa Bung Karno bukan pemimpin besar. Bung Karno adalah salah satu pemimpin yang luar biasa yang pernah dimiliki Indonesia. Bung Karno menyatukan ratusan suku, beragam kelompok agama, faksi politik, dan adat untuk satu tujuan: Indonesia Merdeka.’ Pak Soemitro pernah mengatakan kepada kami bahwa jika bukan karena Bung Karno, kita mungkin tidak akan pernah mencapai kemerdekaan Indonesia yang bersatu tapi malah berakhir dengan puluhan republik yang berbeda. Dan itulah sebenarnya yang diinginkan oleh Belanda: melihat Indonesia terpecah menjadi puluhan negara bagian yang berbeda. Begitu juga dengan beberapa negara di sekitar kita yang mengharapkan hal yang sama. Itulah yang dikatakan ayah saya kepadaku. Kemudian, Pak Mitro menceritakan bagaimana, pada awal tahun 1950-an, ia mencoba meyakinkan Bung Karno untuk tidak bersekutu dengan PKI. Sampai suatu hari, Bung Karno kesal dengan Pak Mitro dan memarahinya. Bung Karno berkata kepada Pak Mitro, ‘Hei Mitro, saat kau masih mengenakan celana pendek, aku sudah masuk dan keluar dari penjara. Ingat itu. Kau hanya urus ekonomi dan biarkan politik padaku. Aku lebih memahami politik Indonesia daripada kau.’ Pak Mitro mengatakan kepadaku bahwa Sukarno benar. Ketika Bung Karno pertama kali dipenjara, Pak Mitro masih berusia 15 tahun. Tapi, menurut Pak Mitro, ‘Aku tidak punya niat jahat. Aku hanya ingin Bung Karno tidak terjebak. Aku yakin suatu hari PKI akan mengkhianati Bung Karno.’ Dalam perjalanan hubungannya dengan Bung Ka

Source link