Dwi Kurniawati Diputus Bebas Setelah Dipenjara Karena Menanyakan UMK di Kowloon Palace, Buruh Surabaya

by -25 Views

SURABAYA – Dwi Kurniawati, seorang buruh asal Surabaya yang dipenjara karena menanyakan Upah Minimum Kabupaten di PT. Mentara Bawa Satria atau yang lebih dikenal dengan Kowloon Palace Internasional Club, telah dibebaskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Vonis dari hakim Taufan Mandala ini jauh dari harapan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya Darwis yang sebelumnya menuntutnya dengan tuntutan pidana selama 6 bulan penjara.

Hakim Taufan Mandala dalam putusannya menilai terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan oleh Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William Booth, sebagaimana dakwaan dari Penuntut Umum.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Dwi Kurniawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dakwaan Penuntut Umum. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan. Memulihkan hak dan martabatnya seperti sediakala,” kata ketua majelis hakim Taufan Mandala di ruang sidang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (25/9/2024).

Sebelumnya, Jaksa Darwis dalam surat dakwaannya menjelaskan bahwa terdakwa memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan oleh Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William yang ditandatangani oleh Sunali, selaku Ketua Pengurus.

“Dengan surat tersebut, terdakwa bisa bekerja sebagai staff accounting sejak 28 November 2022 dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023. Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja, didapatkan temuan bahwa terdakwa sering melakukan kesalahan dalam perhitungan gaji karyawan,” kata Darwis.

Mengetahui hal tersebut, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa.

Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan oleh Kopkar Rumah Sakit William Booth. Lalu, saksi melakukan pengecekan ke rumah sakit tersebut dan diketahui bahwa lembar fotokopi surat keterangan kerja yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit William Booth adalah palsu.

Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth dari tahun 2013 hingga tahun 2017 tidak pernah menandatangani surat pengalaman kerja milik terdakwa.

Namun terdakwa Dwi memang pernah bekerja kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera RS William Booth sebagai staf administrasi dari tahun 2005 hingga 2014. Dia berhenti bekerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar/palsu, akhirnya Dwi Kurniawati bisa diterima dan bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria,” ucap Darwis.

Darwis melanjutkan seharusnya terdakwa saat itu tidak dapat diterima bekerja sebagai accounting karena yang dibutuhkan adalah seseorang yang berpengalaman. Hingga akhirnya terbukti bahwa saat terdakwa bekerja, dia tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu salah dalam menghitung gaji karyawan. Sehingga tempat usaha hiburan malam di Jalan No 31-37 Surabaya itu mengalami kerugian sekitar Rp.24 juta.

Rinciannya adalah gaji selama 6 bulan dikalikan Rp.3 juta yaitu Rp.18 juta. Lalu, kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp.4,7 juta. Ditambah lagi, Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterima oleh terdakwa senilai Rp.1,5 juta. (firman)