Jakarta, CNBC Indonesia – Prakarsa keberadaan ratusan juta unit motor dan mobil di Indonesia adalah John Potter dan Pakubuwana X. Pada tahun 1893, John Potter menjadi pemilik motor pertama di Indonesia. Kemudian, setahun kemudian, Pakubuwana X menjadi pemilik mobil pertama di Tanah Air.
Jika sekarang motor dan mobil menggunakan bensin sebagai Bahan Bakar Mesin (BBM), maka bagaimana dengan kendaraan roda dua dan empat yang dimiliki oleh kedua tokoh tersebut?
Sebabnya, motor dan mobil menjadi barang baru di Indonesia yang belum diketahui proses pembakarannya. Apakah menggunakan bensin seperti sekarang dan bagaimana cara mendapatkannya?
Pada dasarnya, mekanisme kendaraan mesin pasti menggunakan bahan bakar. Hanya saja, Potter dan Pakubuwana X menggunakan bahan bakar bernama naphtha untuk menaiki kendaraan mereka. Naphtha merupakan hasil sulingan murni minyak bumi berwarna kuning tanpa campuran zat kimia. Dahulu, naphtha digunakan untuk pelumas industri. Encyclopaedia Brittanica menyebutkan bahwa naphtha kini digunakan sebagai pengencer dan pelarut yang menjadi bahan baku pembentukan bensin.
Kehadiran naphtha sudah ada di Indonesia seiring dengan munculnya industri minyak bumi. Peninggalan naphtha sudah tercatat oleh banyak koran pada masa kolonial, sebelum adanya motor dan mobil pada tahun 1893.
Harian Java Bode (23 Juli 1892), misalnya, menyebutkan bahwa naphtha sudah dikirim ke luar negeri seiring dengan pertambangan minyak bumi. Kemudian, pada 21 Juni 1899, harian Soerajaijasch Handelsblad menjelaskan proses pemisahan hasil minyak bumi menjadi minyak tanah dan naphtha yang akan digunakan untuk keperluan yang berbeda.
Tentu saja, naphtha tidak mudah didapat dan harganya mahal. Meskipun begitu, Potter dan Pakubuwono X tetap membelinya untuk mencoba berkendara menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua yang mereka beli dengan harga tinggi.
Setelah tangki bensin diisi dengan naphtha, biasanya kendaraan harus dinyalakan terlebih dahulu selama 20 menit sebelum bisa digunakan.
Secara global, para teknisi mulai berpikir bahwa munculnya kendaraan mesin harus disertai dengan kemajuan teknologi bahan bakar. Dari sinilah mulai muncul upaya penyesuaian dari penggunaan naphtha menjadi penggunaan bensin.
Pada tahun 1920-an, naphtha digantikan oleh bensin sebagai bahan bakar kendaraan roda dua dan empat. Bensin yang digunakan sudah dicampur dengan zat kimia, yaitu tetraethyllead (timbal), isooktan, dan heptana. Campuran zat kimia tersebut menghasilkan berbagai jenis bensin berdasarkan jenis oktan, atau yang dikenal sebagai Research Octane Number (RON).
Ketika bensin mulai digunakan, pertumbuhan kendaraan bermesin di Indonesia semakin pesat. J. Stroomberg dalam Hindia Belanda 1930 (2017) mengungkapkan bahwa hanya pada tahun 1928 saja, sudah terdapat 40.154 mobil, 10.505 motor, 3.756 truk, dan 2.545 bus. Bahkan, sejak tahun 1927 sudah ada pabrik perakitan mobil di Tanjung Priuk, Batavia.
(mfa/sef)