Seorang warga Kalimantan, yang tidak disebutkan namanya, awalnya mengangkat batu kali saat berenang di pinggir Sungai Barito, Kalimantan Tengah. Tapi, yang diangkat dan ditemukan bukan batu kali biasa, tetapi harta karun berlian senilai Rp6 Miliar.
Kisah ini bukan fiksi tetapi benar terjadi pada Desember 1954. Harian Merdeka (25 Desember 1954) melaporkan bahwa berlian tersebut saat dianalisis mencapai 30 karat dan laku di pasaran seharga Rp500 ribu.
Pada tahun 1954, uang sebesar Rp500 ribu tidak boleh dianggap enteng. Menurut harian Indonesia Raya (9 Juni 1954), harga 1 gram emas pada tahun 1954 hanya seharga Rp86. Artinya, dengan uang sebesar Rp500 ribu bisa membeli 5,8 Kg emas. Jika dihitung ulang, berlian 30 karat senilai Rp500 ribu atau setara dengan 5,8 Kg emas pada tahun 1954 senilai Rp6 miliar saat ini.
“Seketika, orang itu, yang tadinya miskin, mendadak jadi orang sangat kaya,” tulis harian Merdeka (24 Desember 1954).
Ternyata, tidak hanya satu warga yang mendadak kaya berkat penemuan berlian, tetapi ada banyak orang serupa di Kalimantan yang beruntung menemukan berlian dengan berbagai karat. Mulai dari 22 karat hingga 50 karat yang dijual seharga Rp850 ribu.
Dari banyak berita ini, muncul profesi baru, yaitu pemburu berlian di sungai-sungai Kalimantan.
Penemuan berlian di sungai Kalimantan tidaklah mengherankan. Sejak lama, Kalimantan telah diakui sebagai penghasil berlian.
Penjelajah Portugis Tome Pires dalam catatan perjalanannya yang berjudul Suma Oriental telah menyoroti keberadaan berlian di Pulau Khatulistiwa. Dia menyebutkan bahwa banyak kota pelabuhan di Kalimantan, seperti Banjar di Kalimantan Selatan atau Lawe di Kalimantan Barat, telah menjadikan berlian sebagai komoditas ekspor.
Bahkan, berlian-berlian dari Kalimantan diakui sebagai yang terbaik di dunia yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Pejabat Inggris, Thomas Stamford Raffles, dalam karyanya yang berjudul History of Java (1817) juga mengungkapkan hal yang sama.
Saat menjabat sebagai orang nomor satu di Hindia Belanda antara tahun 1811-1816, dia melihat bahwa berlian dapat dengan mudah ditemukan di Kalimantan. Baik di sungai, lereng bukit, maupun dataran biasa. Menurutnya, semakin dalam ditanah digali, kualitas berlian juga semakin baik.
Tidak heran, berlian menjadi objek eksploitasi selain rempah-rempah oleh penjajah. Sejak tahun 1738, Belanda telah mengekspor berlian dari hasil tambang di Kalimantan senilai US$200 ribu – US$300 ribu setiap tahunnya. Semua berlian ini kemudian digunakan sebagai perhiasan bagi orang-orang kaya di dunia.