Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak ada gunanya memiliki harta yang banyak jika masyarakat di sekitarnya masih terjerat dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Atas dasar ini, raja dan orang terkaya Indonesia, Sultan Hamengkubuwana IX, membagi-bagikan uang kepada rakyat selama 4 bulan.
Kisah ini terjadi pada tahun 1947 di Yogyakarta ketika Belanda ingin kembali menjajah Indonesia, dalam periode Agresi Militer. Saat itu, pertempuran menyebabkan banyak rakyat menderita. Mereka semakin miskin dan sering kehilangan tempat tinggal.
Pegawai negeri juga mengalami nasib yang sama. Sejak kedatangan Belanda, mereka tidak dapat bekerja dan menerima gaji, sehingga keluarga di rumah kesulitan untuk makan. Dalam situasi seperti itu, rakyat berada di antara dua pilihan: tetap setia pada Indonesia meski menderita atau beralih ke pihak Belanda untuk hidup lebih baik.
Kondisi tersebut mendorong Sri Sultan untuk memberikan bantuan. Apalagi, dia sebelumnya telah mendorong semua orang untuk memberikan bantuan saat masa sulit.
Sebagai hasilnya, Sultan Hamengkubuwana IX segera membuka peti harta keraton dan membagikan uang kepada rakyat yang membutuhkan. Uang gulden Belanda dibagikan kepada warga di luar keraton dengan bantuan dari sekretaris pribadi dan pejabat lainnya.
Dalam wawancara dengan penulis “Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX” (1982), dia mengatakan tidak tahu berapa jumlah uang yang dibagikan.
Sultan membagikan uang tidak hanya kepada perseorangan, tetapi juga kepada lembaga. Tentara dan unit Palang Merah Indonesia (PMI) menerima dana hibah dari kas pribadi Sultan yang semuanya digunakan untuk mengusir tentara Belanda.
Meskipun Sultan tidak mengetahui nominal pembagian uang, Wakil Presiden Mohammad Hatta ingat jumlahnya, sekitar 5 juta gulden. Jumlah tersebut setara dengan sekitar Rp20 miliar pada saat ini. Ketika Sultan membagikan uang, Hatta bertanya apakah negara perlu mengganti semua harta Sultan.
Namun, Sultan tidak menjawab dan menunjukkan sikap keikhlasan dalam membantu sesama. Dia tercatat telah membagikan uang setiap hari kepada masyarakat Yogyakarta dan pegawai di Kesultanan selama 3-4 bulan.
Menurut Sultan Yogyakarta, uang lima juta gulden hanya sedikit dari hartanya. Dia dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia yang mendapatkan harta dari warisan dan sistem feodalisme kerajaan. Sebelumnya, dia juga menyumbang 6,5 juta gulden kepada pemerintah sebagai modal awal pembentukan Indonesia, yang setara dengan Rp32 miliar saat ini.
(mfa/sef)