Jakarta, CNBC Indonesia – Ekspresi kebahagiaan terpancar jelas dari wajah Kapten Marinir Suseno (50) di Gedung Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam), Selasa, 7 Mei 1991. Pada hari itu, dia dipanggil oleh Menkopolkam, Sudomo, untuk menerima hadiah sebesar Rp1 miliar.
Hadiah ini diberikan kepada Suseno bukan karena prestasinya sebagai prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), tapi karena dia berhasil memenangkan undian Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB).
Surat kabar Suara Pembaruan (8 Mei 1991) melaporkan bahwa Suseno mendapatkan uang sebesar Rp1 miliar dari undian SDSB periode ke-14. Awalnya, dia membeli kupon seharga Rp5.000 dan berhasil memenangkan hadiah tersebut. Keberhasilan Suseno dalam undian SDSB mengubah hidupnya secara drastis, dari seorang prajurit biasa menjadi seorang prajurit miliarder.
Pada tahun 1990, jumlah Rp1 miliar dianggap sangat besar. Harga sebuah rumah di kawasan elit Pondok Indah, Jakarta, mencapai Rp80 juta per unit. Dengan uang Rp1 miliar, Suseno bisa membeli 12 unit rumah di Pondok Indah.
Pada tahun 1990, harga emas hanya Rp20 ribu per gram. Dengan uang Rp1 miliar, Suseno bisa membeli 50 Kg emas. Diketahui bahwa nilai uang Rp1 miliar pada saat itu setara dengan Rp50 miliar pada masa sekarang jika dikonversikan ke harga emas.
Dengan adanya uang sebanyak Rp1 miliar pada tahun 1991, Suseno bisa hidup tanpa bekerja hingga akhir hayatnya.
Kaya Raya dari SDSB
SDSB adalah program undian resmi yang dijalankan oleh Kementerian Sosial pada era Pemerintahan Soeharto dan berlaku sejak 1 Januari 1989. Program ini bertujuan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang akan dialihkan untuk pembangunan. Sebagai imbalannya, masyarakat berkesempatan untuk mendapatkan hadiah dari pemerintah dengan nominal tertinggi mencapai Rp1 miliar.
Untuk mengikuti SDSB, masyarakat hanya perlu membeli kupon dan menunggu pengumuman pemenang. Pemenang biasanya diumumkan pada hari Rabu malam melalui siaran radio. Peluang untuk menang dalam undian ini sangat kecil, hanya 1-2 orang dari jutaan peserta yang berhasil memenangkan hadiah.
Banyak orang berlomba-lomba untuk mengikuti SDSB, mulai dari petani, tukang becak, hingga prajurit TNI. Mereka bahkan kadang-kadang berkonsultasi dengan dukun untuk mendapatkan nomor yang dianggap sebagai nomor beruntung.
Meskipun SDSB berhasil membuat banyak orang mendadak kaya, program ini dianggap mirip dengan perjudian yang kontroversial. Aktivis anti rezim Orde Baru, Sri Bintang Pamungkas, dalam bukunya “Ganti Rezim Ganti Sistim” (2014) menyatakan bahwa SDSB adalah bentuk judi yang dilegalkan oleh pemerintah Soeharto.
Karena kontroversialnya, banyak masyarakat dan lembaga yang menentang SDSB. Akhirnya, program SDSB berakhir pada tahun 1993.
(mfa/mfa)