Di tengah ketidakpastian ekonomi, emas menjadi salah satu instrumen investasi paling menjanjikan. Harga emas mencetak rekor tertinggi hingga Rp1,7 juta per gram. Hal ini membuat banyak orang mulai melirik emas sebagai investasi mengingat kenaikan harga yang terus terjadi. Salah satu contoh keluarga Batak menunjukkan bagaimana uang tidak digunakan untuk kehidupan mewah, tetapi digunakan untuk investasi emas. Keluarga Sisingamangaraja dari tahun 1530 hingga 1876 merupakan contoh yang patut diperhitungkan.
Keluarga Sisingamangaraja merupakan penguasa Negeri Toba di Tanah Batak. Dari Raja Sisingamangaraja I hingga XII, selama 346 tahun, mereka memiliki hak atas perdagangan kapur barus yang populer saat itu. Dengan kapur barus menjadi salah satu produk yang diminati di pasar global, keluarga Sisingamangaraja mampu memonopoli perdagangannya, membuat mereka kaya raya.
Selama berkuasa, keluarga Sisingamangaraja memiliki kebiasaan menabung emas dan perhiasan. Setiap raja dari Sisingamangaraja I hingga XII menyukai mengumpulkan Blue Diamonds dari Ceylon dan Intan-intan Ceylon. Meskipun alasan dibalik tabungan emas tersebut tidak jelas, namun praktik menabung emas ini berlanjut hingga generasi ke-12.
Miota penyerangan pada tahun 1818 oleh orang-orang Padri, keluarga Sisingamangaraja kehilangan banyak perhiasan dan emas, dimana total emas yang diangkut mencapai 1 ton, senilai Rp1,6 Triliun saat ini. Namun, ada sebagian emas yang berhasil diselamatkan keluarga Sisingamangaraja dengan menyimpannya dengan cara yang rahasia.
Sayangnya, generasi ke-12 dari keluarga Sisingamangaraja berakhir dengan tewasnya Sisingamangaraja XII oleh Belanda, mengakhiri sejarah panjang trah keluarga tersebut di Tanah Batak. Harta Sisingamangaraja pun berpindah tangan, termasuk ke Ratu Victoria di Inggris. Perhiasan keluarga Sisingamangaraja bahkan diyakini digunakan di mahkota Inggris setelah penjualan oleh seorang bekas tentara Padri.