Pada zaman sekarang, kendaraan roda empat merupakan pilihan utama masyarakat Indonesia ketika bepergian, terutama saat musim Lebaran. Namun, mobil tersebut memerlukan bensin sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) agar dapat berjalan. Ternyata, pada tahun 1893, di Indonesia ada mobil berkapasitas mesin 2.000 cc yang bisa berjalan tanpa BBM. Mobil ini adalah Benz Viktoria yang dimiliki oleh Sultan Kesultanan Surakarta, Pakubuwana X. Ketika mobil ini pertama kali tiba, Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Ratu Belanda bahkan belum memiliki mobil, mereka masih mengandalkan kereta kuda sebagai alat transportasi.
Mobil ini menjadi perbincangan karena bisa melaju kencang tanpa harus ditarik oleh kuda, sehingga disebut kereta setan. Ternyata, Benz Viktoria menggunakan naphtha, bukan bensin, sebagai bahan bakar. Naphtha adalah hasil sulingan murni minyak bumi yang merupakan pelarut dan pengencer alami. Pada masa itu, naphtha digunakan sebagai bahan bakar sebelum akhirnya digantikan oleh bensin yang dicampur dengan zat kimia seperti timbal, isooktan, dan heptana pada 1920-an.
Meski naphtha sulit didapat dan harganya mahal, Pakubuwono X tetap membelinya agar Benz Viktoria bisa beroperasi di Indonesia. Setelah diisi naphtha, mobil harus dihangatkan selama 20 menit sebelum bisa digunakan. Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan naphtha ini kemudian tergantikan oleh bensin yang lebih mudah didapat. Dengan eksistensi bensin, pertumbuhan kendaraan bermesin di Indonesia semakin pesat.
Dalam buku Hindia Belanda 1930 (2017) karya J. Stroomberg, disebutkan bahwa pertumbuhan kendaraan di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1920-an, dimana sudah ada pabrik perakitan mobil di Tanjung Priuk, Batavia. Dengan begitu, kendaraan bermesin semakin populer di Indonesia, mendorong pertumbuhan industri otomotif di tanah air.