Sebuah kisah dari masa lampau sejarah menunjukkan bagaimana seorang pria asal Makassar, Daeng Mangalle, terperangkap dalam konspirasi di Kerajaan Siam (Thailand modern). Daeng Mangalle, seorang bangsawan Kerajaan Gowa, pada tahun 1699 meninggalkan Makassar setelah VOC berhasil menundukkan Gowa. Berpindah tempat ke Banten, namun akhirnya memutuskan pergi ke Siam setelah mengetahui Banten sudah berhubungan dengan VOC. Di Siam, Raja Phara Narai menyambut Daeng Mangalle dengan tangan terbuka dan mengangkatnya sebagai bendahara kerajaan.
Meskipun menjadi bendahara, Daeng Mangalle dianggap terlibat dalam konspirasi tanpa dasar oleh Raja Phara Narai. Dia dituduh bersama orang Melayu, Campa, dan Islam merencanakan kudeta, pembunuhan, perubahan agama, dan perampokan istana. Meski membantah tuduhan tersebut, Daeng Mangalle ditekan oleh Raja hingga membuat banyak orang mengakui kesalahan dan memohon ampunan, kecuali Daeng Mangalle yang merasa tak bersalah. Tekanan ini kemudian berujung pada pertumpahan darah di antara orang-orang Makassar dengan pasukan Siam.
Dalam perlawanan yang berakhir tragis, Daeng Mangalle dan ribuan orang Makassar lainnya tewas. Orang-orang yang masih hidup dijual sebagai budak. Sejarawan Bernard Dorléan menilai Daeng Mangalle seharusnya bisa selamat jika mau mengakui kesalahannya. Namun, karena memilih mempertahankan harga diri, tragedi tersebut tak terhindarkan. Meskipun berakhir tragis, perlawanan gagah berani orang Makassar terhadap pasukan Siam membuat banyak orang terkagum-kagum akan peristiwa tersebut.