Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pedagang yang mudah ditemukan di Indonesia. Mereka biasanya berdagang di pinggir toko, tepi jalan, atau di atas trotoar.
Asal muasal istilah PKL sebenarnya berasal dari kebijakan pemerintah kolonial yang dikeluarkan oleh Thomas Stanford Raffles pada tahun 1810-an. Raffles meminta pemilik gedung untuk menyediakan trotoar selebar lima kaki atau five-foot way, agar orang bisa berjalan kaki di tempat yang terlindung dari sinar matahari dan hujan.
Namun, orang Indonesia dan Singapura yang didominasi oleh imigran berbahasa Melayu salah memahami kebijakan tersebut. Mereka mengartikan five-foot sebagai kaki lima, sehingga lahan yang seharusnya untuk trotoar digunakan oleh para pedagang. Muncullah istilah pedagang kaki lima yang merujuk pada pedagang yang berada di wilayah trotoar tersebut.
Keberadaan PKL memang menuai protes dari orang-orang Eropa karena dianggap mengganggu tata kota. Namun, seiring waktu, jumlah PKL justru semakin meningkat terutama setelah masa krisis ekonomi tahun 1930. PKL menjadi pilihan banyak orang untuk mencari nafkah dengan modal kecil namun menghasilkan keuntungan besar.
Hingga kini, PKL masih eksis dan menjadi sebutan untuk pedagang yang berdagang di pinggir jalan.