Anak Pejabat RI Menolak Jual Nama Orang Tua Demi Kesuksesan Meskipun Hidup Melarat

by -911 Views

Baru-baru ini kita disuguhi oleh anak pejabat tinggi negara yang mencapai kesuksesan, seperti mencari pekerjaan atau kekuasaan, dengan memanfaatkan nama besar orang tua mereka. Dengan “menggunakan” nama besar orangtua mereka, orang lain diharapkan akan lebih mengenal dan menghormati si anak.

Meskipun demikian, para anak pejabat, atau mungkin sebagian dari kita yang berperilaku serupa, seharusnya belajar dari seorang tokoh yang bernama Soesalit.

Nama Soesalit mungkin tidak sepopuler ibunya, R.A Kartini. Namun, keterkenalan Soesalit yang terbilang rendah disebabkan oleh keputusannya sendiri untuk tidak memanfaatkan nama besar ibunya, Kartini, dalam meraih kesuksesan.

Pada zamannya, Soesalit memang sangat beruntung karena lahir dari keluarga pejabat, ayahnya Raden Mas Adipati Ario Djojadiningrat merupakan seorang Bupati Rembang. Ibunya, Kartini, juga dikenal sebagai seorang tokoh besar karena pemikirannya yang visioner.

Meskipun memiliki kesempatan untuk menggantikan ayahnya sebagai bupati, Soesalit memilih untuk menolaknya. Dia kemudian memilih untuk bergabung dengan tentara pada tahun 1943 dan dilatih oleh tentara Jepang serta bergabung dengan PETA. Setelah Indonesia merdeka, Soesalit menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat Republik Indonesia dan kariernya mulai menanjak.

Puncak kesuksesan Soesalit terjadi pada tahun 1946 ketika dia diangkat sebagai Panglima Divisi II Diponegoro yang bertugas menjaga ibu kota negara di Yogyakarta. Dia juga pernah menjabat sebagai penasehat Menteri Pertahanan di Kabinet Ali Sastro pada tahun 1953.

Namun, Soesalit tetap memilih untuk tidak mengumbar nama besar ibunya, Kartini. Meskipun kisah-kisah Kartini menjadi inspirasi bagi banyak generasi dan lagu “Ibu Kita Kartini” terus dinyanyikan, Soesalit lebih memilih untuk hidup sederhana sebagai seorang veteran yang tidak meminta hak-hak veteraninya.

Jenderal Nasution, atasannya, melihat sendiri bagaimana Soesalit tidak memanfaatkan nama orang tuanya untuk meraih kesuksesan. Nasution menyatakan bahwa Soesalit bisa hidup lebih baik jika mengungkapkan bahwa dia adalah putra Kartini, namun Soesalit tetap memegang prinsipnya untuk tetap merendah.

Dengan prinsip ini, Soesalit tetap hidup sederhana hingga akhir hayatnya pada 17 Maret 1962.

Referensi: [CNBC Indonesia](https://cnbcindonesia.com/entrepreneur/20240722160435-27-556684/video-lirik-prospek-bisnis-produk-perawatan-rambut-lokal-go-global)