PSK Kaya di Eropa dengan Latar Belakang Anak Raja Minyak yang Pernah Belajar Tari di Jawa

by -200 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Hidup bagaikan roda yang berputar. Ada masa seseorang berada di atas. Ada juga masa di mana seseorang berada di bawah. Itulah yang dialami oleh Margaretha Zelle, seorang wanita asal Belanda.

Ketika masih kecil, dia hidup dalam kemewahan dan kekayaan. Namun, ketika dewasa, hidupnya berubah 180 derajat. Dia terpaksa menjadi penari erotis dan pekerja seks komersial (PSK) demi kelangsungan hidupnya yang terkenal di Eropa. Yang menarik, dia belajar semua ini saat berada di Indonesia.

Bagaimana kisahnya?

Margaretha adalah putri dari seorang raja minyak asal Belanda, Adam Zelle. Ketika masih kecil, dia selalu mendapat kasih sayang dari ayahnya. Apa pun yang diinginkannya, selalu diberikan kepada wanita kelahiran tahun 1876 itu. Namun, kehidupan seperti itu tak berlangsung lama.

Tepat saat dia berusia 13 tahun, sang ayah bangkrut. Kebangkrutan ini membuat hidup Margaretha menjadi kacau. Terlebih setelah perceraian kedua orang tuanya, dia menjadi korban broken home. Dalam kondisi ini, dia memutuskan untuk pindah dari Belanda ke Indonesia yang pada saat itu masih disebut Hindia Belanda.

Seperti yang dijelaskan oleh Pat Shiman dalam Femme Fatale: Love, Lies And The Unknown Life Of Mata Hari (2007), keputusan untuk pindah ke Indonesia karena dia menikahi seorang tentara, yaitu Rudolf MacLeod. Rudolf sedang mencari istri untuk menemani tugasnya di Hindia Belanda. Margaretha tertarik dan menikah dengan Rudolf pada tahun 1895.

Saat tiba di Hindia Belanda, Margaretha memiliki dua anak. Kehidupannya terasa cukup bahagia. Namun, ini pun tak berlangsung lama. Perlahan-lahan terungkap bahwa Rudolf adalah pria toxic. Dia sering mabuk, berselingkuh, dan sering melakukan KDRT. Keduanya pun berpisah pada tahun 1899.

Di tengah perpisahan ini, Margaretha memilih untuk hidup mandiri. Dia mempelajari seni Jawa, khususnya tarian, untuk menyambung hidupnya. Pada saat itu, seni tari sedang populer. Seiring berjalannya waktu, karena ia bergabung dengan sanggar tari, dia menjadi ahli dalam menari gaya Jawa. Hidupnya mulai mirip dengan orang Jawa, selalu mengenakan kain dan kebaya.

Keterampilan inilah yang membuatnya memutuskan untuk pindah dari Indonesia ke Paris pada tahun 1905. Menurut catatan Shiman, dia menjadi model telanjang dan penari erotis di sana. Dunia prostitusi Eropa menampilkan keindahan tubuhnya hingga menjadi viral di seluruh Eropa. Pada titik ini, Margaretha mulai menggunakan nama panggung, yaitu Mata Hari.

Sejak itu, hidupnya berubah secara drastis. Sebagai seorang penari, dia dibayar mahal oleh para miliarder dan pejabat Eropa. Kehidupan Mata Hari menjadi glamor dengan tinggal di hotel mewah, mengenakan pakaian mahal, dan menikmati hidangan lezat. Belum lagi koleksi perhiasan yang dimilikinya.

Sayangnya, kemewahan itu tidak bertahan lama. Kedekatannya dengan para pejabat membuatnya terlibat dalam masalah. Ketika Perang Dunia I meletus, Mata Hari yang dekat dengan para pejabat dituduh sebagai mata-mata. Dia dituduh bekerja untuk pemerintah Jerman untuk merampas informasi dari para pejabat yang menggunakan “jasanya”.

Tak bisa memungkiri, pada Februari 1917, pihak berwenang Prancis menangkap Mata Hari atas tuduhan spionase. Dia dituduh membocorkan rahasia yang menyebabkan puluhan ribu tentara Prancis tewas. Akibatnya, hidupnya sebagai pelacur berakhir di hadapan eksekutor.

Pada 15 Oktober 1917, dia ditembak mati. Sebelum kematiannya, Mata Hari membantah tuduhan menjadi mata-mata dan menjelaskan bahwa dia hanya seorang pelacur.

“Saya adalah seorang pelacur dan saya mengakuinya. Mata-mata untuk Jerman? Saya tidak pernah!” katanya.

(mfa/sef)