TNI Dapat Emas-Berlian Soekarno di Cigombong saat Mencari Senjata Bekas

by -65 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Pembicaraan harta karun dari masa Orde Lama alias kekuasaan Presiden Soekarno selalu menjadi perbincangan menarik. Salah satunya adalah harta karun yang ditemukan di perbatasan Sukabumi dan Bogor pada 1946.
Bagaimana ceritanya?
Jadi, kisah bermula di pertengahan 1946 saat pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengamankan daerah perbatasan bernama Cigombong yang sebelumnya pernah ditempati pasukan Jepang. Saat mulai mengamankan daerah dan mulai menggali lahan, tentara tanpa sengaja menemukan peti super besar. Peti itu kemudian diserahkan ke komandan brigade TNI, yaitu Letnan Kolonel Alex Evert Kawilarang.
“Kami pernah diserahkan sebuah peti yang mulanya kami kira obat-obatan. Petinya besar sekali. Waktu dibuka ternyata isinya kondom,” tutur Kolonel Alex Evert Kawilawang dalam A.E Kawilarang Untung Sang Merah Putih (1988:86).
Dari situ, inisiatif tentara bersama rakyat untuk menggali-gali lahan di sekitar bekas lokasi Jepang muncul. Mereka berharap bisa mendapat senjata buat melawan pasukan Belanda. Sayangnya, alih-alih mendapat senjata, mereka malah menemukan bom yang tak lama meledak dan melukai TNI.
Namun, suatu waktu Kawilarang didatangi tentara bernama Sersan Mayor Sidik yang menemui guci besar. Sang sersan rupanya tentara jujur. Dia langsung memberikan guci itu ke Kawilarang. Padahal, jika gelap mata bisa saja Sidik membawa guci ke penadah supaya bisa mendapat uang banyak.
“Sersan Mayor Sidik bersama beberapa anggota polisi tentara dan rakyat menemukan sebuah guci besar. Setelah guci itu dibuka, mereka menemukan kaus kaki yang berisikan barang keras. Kaos kaki itu mereka buka satu persatu. Mereka kaget melihat isinya emas permata dan berlian yang sudah dicongkel-congkel gemerlapan,” kutip buku Haji Priyatna Abdurrasyid: Dari Cilampani ke New York (2001:102).
Saat guci itu berada di markas pasukan Kawilarang, beberapa orang tampak bernafsu kepada harta karun itu. Kawilarang yang kesal lalu ambil dua peti granat.
“Bapak-bapak mau berjuang lagi? ini untuk berjuang,” kata Kawilarang kepada mereka sambil menyerahkan dua peti granat.
Ketika orang yang bernafsu pada harta karun itu masih terlihat penasaran. Kawilarang sekali lagi bicara berharap agar orang yang bernafsu itu cepat pergi.
“Ini untuk berjuang!,” tegas Kawilarang.
Soal harta karun itu Kawilarang juga tidak berniat memilikinya, dia sempat menulis surat kepada Residen Bogor Moerdjani mengenai harta dalam guci itu. Menurut Kawilarang harta itu seharusnya berada menjadi urusan pejabat kementerian dalam negeri seperti Residen yang ada di Bogor.
Namun, Residen bukannya menerima dan malah bilang kepada Kawilarang:
“O, jangan kepada saya. Kirimkan saja kepada Kementerian Dalam Negeri.” Maksudnya kepada pejabat tinggi kementerian dalam negeri di pusat.
Demi keamanan harta itu, Kawilarang segera memerintahkan kepada Letnan Godjali (dengan ditemani beberapa tentara muda) untuk menyerahkan harta penemuan Sidik dkk itu ke pemerintah pusat RI yang berada di Yogyakarta. Emas dan berlian itu sampai ke Yogyakarta dalam keadaan utuh. Di Yogyakarta emas itu diserahkan kepada kepada Mr Sumarman, Sekretaris Kementerian Dalam Negeri.
Nilai emas itu, menurut majalah Ekspres (29/09/1972), hampir mencapai Rp 6 miliar. Detailnya, harta karun itu berupa 7 kg emas dan 4 kg berlian, yang asalnya dari Perkebunan Pondok Gede, Bogor.
Berdasar laporan dari tim, harta karun itu lalu diserahkan kepada Bank Negara Indonesia (BNI-46) di Yogyakarta yang kala itu dipimpin Margono Djojohadikusumo.