Beberapa waktu lalu, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa ada Warga Negara China yang melakukan pertambangan emas ilegal di Kalimantan Barat. Akibat dari perbuatan mereka ini, bumi Indonesia mengalami kerugian hingga 1.600 meter dan sekitar ratusan kilogram emas dan perak hilang.
Kegiatan penambangan oleh warga China bukan hal baru di Kalimantan. Sejak 300 tahun yang lalu, Kalimantan telah menarik perhatian warga China karena dijuluki sebagai pulau berlapis emas oleh dunia.
Pada tahun 1740, warga China datang ke Kalimantan untuk menambang emas atas perintah Sultan Mempawah, dengan jumlah awal hanya 20 orang. Mereka memiliki keahlian pertambangan yang mumpuni dan etos kerja yang baik, inilah yang membuat Sultan Mempawah tertarik untuk mengundang mereka.
Keberhasilan mereka menarik perhatian dari para elit kesultanan lain untuk mengundang warga China ke Kalimantan dan terjadi migrasi besar-besaran. Warga China ini datang dengan keinginan untuk merubah nasib dari miskin menjadi kaya raya, dan mereka mengadakan perjanjian bagi hasil dengan Sultan.
Warga China mendapat perlakuan istimewa di Kalimantan, termasuk diberikan tempat tinggal khusus, jaminan keamanan, dan peralatan khusus untuk menambang emas. Kontribusi mereka dalam mengeksploitasi emas membuat ekonomi wilayah tumbuh pesat.
Seiring waktu, warga China membentuk organisasi sendiri terkait penambangan emas di Kalimantan yang disebut sebagai “republik”. Mereka mempunyai kekuasaan dalam kampung-kampung dan organisasi lain, sehingga menyebabkan konflik dengan kesultanan dan warga lokal.
Pemerintah kolonial Belanda akhirnya melarang kegiatan organisasi dan aktivitas pertambangan warga China di Kalimantan. Ini membuat warga China yang hidup bergelimang harta harus memulai hidup baru dari nol, beralih menjadi pedagang dan pengusaha lainnya di Kalimantan.
Kisah sejarah ini memberikan gambaran tentang bagaimana kehadiran warga China telah berpengaruh dalam sejarah penambangan emas di Kalimantan.