Sinetron di Indonesia sering menggambarkan bagaimana seorang asisten rumah tangga (ART) yang dulunya menderita akhirnya berubah nasib setelah dinikahi majikan kaya. Kisah semacam itu ternyata tidak hanya ada di dalam sinetron, tetapi pernah terjadi di kehidupan nyata. Salah satu contohnya adalah kisah Hendrik Polders, seorang ART di Jakarta pada abad ke-19.
Hendrik Polders berasal dari Amsterdam dan tidak banyak informasi yang diketahui tentang kehidupannya di Belanda. Sejak kecil, ia selalu mendengar cerita kesuksesan orang-orang yang merantau ke Batavia, yang kemudian membuatnya memiliki ambisi untuk mengikuti jejak mereka.
Meskipun orang tuanya tidak memberikan restu, pada usia 13 tahun, Hendrik nekat kabur dari Amsterdam ke Batavia menggunakan kapal. Setelah berlayar selama berbulan-bulan, ia tiba di Batavia dan terkejut melihat kehidupan yang keras dan tidak sesuai dengan ekspektasinya. Tanpa uang dan perbekalan, hidup di Batavia sangat sulit baginya.
Setelah hampir mati karena demam panas, Hendrik akhirnya bekerja sebagai juru tulis di rumah sakit jiwa. Kemudian, ia menjadi tentara pada 1811, namun karirnya tidak berlangsung lama karena ia tidak menyukai pendudukan Inggris di Indonesia.
Setelah melepas jabatan tentara, Hendrik bekerja sebagai ART di tanah milik seorang janda kaya raya. Hubungan kerja mereka pun berkembang menjadi hubungan romansa setelah istri Hendrik meninggal. Akhirnya, Hendrik menikahi janda tersebut dan naik status menjadi orang kaya yang memiliki tanah dan properti milik istrinya.
Meskipun perceraian akhirnya terjadi, Hendrik tetap berhak atas kekayaan istrinya karena hukum Batavia mengaturnya. Dari sinilah, Hendrik menjadi contoh orang yang sangat beruntung, naik status dari ART menjadi orang kaya tanpa harus bekerja keras.
Dengan demikian, kisah Hendrik Polders merupakan bukti nyata bahwa cerita yang sering kali terdengar di sinetron dapat terjadi di dunia nyata.