LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

by -42 Views

Jenderal TNI (Purn.) Agum Gumelar Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang bagus. Dia juga seorang pesepakbola karismatik. Dia ramah dan sangat pandai mendapatkan simpati dari bawahannya, atasan, rekan-rekan sejawat, dan masyarakat umum. Pak Agum telah menguasai intelijen operasional Sandi Yudha. Dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsipnya, dan dia tidak keberatan mengkritik atasannya, bahkan jika itu berarti mengorbankan karirnya. Pak Agum pernah menjadi komandan saya sebelum dia menjadi komandan KOPASSUS. Ketika itu, saya adalah Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) Grup 3. Namun, saya sudah mengenalnya sebelum saya bergabung dengan militer. Dia adalah anggota keluarga dari seorang perwira KOPASSUS Kapten Margono, yang pernah menjadi ajudan ayah saya saat ayah saya menjabat sebagai Menteri Perdagangan dalam Kabinet Pak Harto pada tahun 1968. Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia seorang pesepakbola dan seorang pria karismatik. Dia ramah dan sangat pandai mendapatkan simpati dari atasannya, rekan-rekannya, dan masyarakat umum. Pak Agum memahami dengan baik Sandi Yudha (intelijen tempur), dan dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsipnya, dan dia tidak segan untuk mengkritik atasannya, bahkan jika itu berarti mengorbankan pekerjaannya. Saya yakin bahwa kami mungkin memiliki banyak kesalahpahaman dalam kehidupan kami karena ada beberapa masalah di mana kami tidak selalu memiliki pandangan yang sama. Namun, secara obyektif, saya menganggap Pak Agum sebagai figur kepemimpinan yang patut dihormati bagi Indonesia. 
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yunus Yosfiah Kes impresi saya terhadap kepemimpinan Pak Yunus Yosfiah adalah bahwa dia selalu tenang, tidak panik, tidak pernah gugup. Kepemimpinannya merupakan contoh dari kendali diri. Ketika seorang komandan panik, pingsan, atau gagal bertindak saat bertemu dengan musuh, dia kehilangan otoritasnya untuk selamanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama sangat menentukan. Pak Yunus juga merupakan sosok pribadi yang tegas. Dia akan melakukan apapun untuk mencapai kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Dia sangatlah determinasi dan keras kepala. Dia sering dianggap terlalu keras terhadap anak buahnya. Sebelum dia menjadi seorang jenderal, dia akan memeriksa anak buahnya sendiri, dan segalanya harus berada dalam keadaan rapi. Siapa pun yang melakukan kesalahan akan diminta untuk berjalan dengan beban ransel yang berat atau melakukan setidaknya 18 kali push-up. Memang, kehidupan di militer itu sulit. Medan perang penuh dengan kejutan, kejutan, dan ketakutan. Jika kita tidak terbiasa dengan kondisi semacam itu, kecenderungan untuk panik, gugup, terpaku, dan bingung sangat tinggi. Persiapan yang keras dapat menyelamatkan nyawa. 
Pertama kali saya mengenal Pak Yunus Yosfiah adalah selama sebuah operasi di Timor Timur, di mana beliau bertugas sebagai Komandan dari Tim Spesial dengan kode nama Nanggala 10. Tim Spesial ini dibentuk karena operasi pada bulan Desember 1975-Januari 1976 tidak berjalan secepat yang diharapkan. Sehingga perlu dipersiapkan tim dari KOPASSUS sebagai pasukan pemukul dengan mobilitas tinggi dan semangat juang yang tinggi. Pak Yunus adalah orang yang memimpin tim ini. Setelah lulus pelatihan komando pada tanggal 20 Desember 1975, para Letnan baru dari angkatan lulusan 1974 AKABRI, termasuk saya, secara resmi bergabung dengan Grup 1 Para-Komando/Kopassandha. Pada tanggal 7 Desember, ketika kami masih berada di Batujajar, kami mendengar bahwa Pasukan Baret Merah dan Baret Hijau dari Kopassandha dan Batalyon 17 dan 18 sudah terjun ke Timor Timur. Beberapa senior kami kehilangan nyawa saat penugasan tersebut. Setelah kami lulus pelatihan komando, kami langsung melapor ke Markas Kopassandha di Cijantung, Jakarta Timur. Setelah itu, kami hanya diberikan cuti dua minggu saja. Kami mulai bertugas pada bulan Januari. Grup 1 Para-Komando saat itu kosong karena hampir semua prajuritnya sedang bertugas di Timor Timur. Hanya ada satu kompi siaga yang terdiri dari sisa-sisa prajurit. Pada saat itu, saya baru mulai menjabat sebagai Komandan Peleton (Danton). Letnan Satu Mujain menjabat sebagai Komandan Kompi (Danki). Beliau dari Secapa. Beliau pernah terlibat dalam operasi Trikora – sebuah mobilitasi rakyat untuk merebut dan membebaskan Irian Barat – di bawah pimpinan Pak Benny Moerdani. Pak Benny mendapatkan Bintang Sakti, setara dengan Medal of Honor AS, untuk jasanya yang luar biasa dalam operasi Trikora. Pada sekitar bulan Februari, Markas Besar memberitahu kami bahwa akan dibentuk sebuah tim spesial, yang terdiri dari Grup 1, Grup 2, dan Detasemen Markas. Pasukan tersebut akan dipimpin oleh para perwira yang baru saja lulus pelatihan komando, yaitu Letnan Satu angkatan lulusan 1971 dan Letnan Dua angkatan 1974. Letnan Satu saat itu adalah Letnan Infanteri Yotda Adnan, Letnan Infanteri Suwisma, Letnan Infanteri Syahrir, Letnan Infanteri Untung Setiawan, Letnan Infanteri Zarnubi dan Letnan CHB Harjono. Letnan Satu tersebut bertugas sebagai Komandan Satuan dengan anggota sebanyak 20 orang. Pak Yunus Yosfiah ditunjuk untuk memimpin Tim Khusus ini. Itulah bagaimana saya mengenal Pak Yunus. Dia kurus, berpostur sedang, tidak terlalu tinggi. Dalam kepemimpinannya, Pak Yunus selalu memberikan contoh yang sangat baik. Filosofi ing ngarsa sung tulada (memimpin dari garis depan) sangat menggambarkan dirinya. Ransel yang dibawanya sama beratnya dengan ransel anak buahnya. Misalnya, untuk misi selama 14 hari, setiap orang membawa 28 kaleng makanan T2. Setiap kaleng beratnya sekitar 300 gram, jadi sekitar 9 kg total. Ini belum termasuk peluru, pakaian cadangan, dan lain-lain. Total beban ransel kami sekitar 18-20 kg. Bahkan lebih berat karena kualitas ransel saat itu tidak sebagus sekarang. Ransel itu sendiri sudah cukup berat. Dengan kondisi seperti itu, kami tidak dapat membawa jaket dan barang lainnya. Meskipun sebagai Komandan, Pak Yunus membawa beban yang sama beratnya dengan kami. Tindakan sederhana ini lebih berharga daripada jam-jam kuliah. Jika pemimpin memikul beban yang sama beratnya dengan anak buahnya, anak buah akan taat dan setia. Jadi, pemimpin dapat menghemat banyak waktu dalam memberikan ceramah panjang hanya dengan memberikan contoh yang patut diikuti. Suatu ketika, pada tahun 1984, saya menemani Pak Yunus dalam sebuah marathon yang dimulai dari Senayan di Jakarta Selatan. Beliau saat itu Kolonel sedangkan saya Kapten. Saat kami sudah sampai di Harmoni di Jakarta Pusat, seorang teman saya, seorang perwira, meminta izin untuk ke kamar kecil, namun dia tidak kembali. Jujur, saya juga ingin kabur. Tapi bagaimana mungkin saya ‘menghilang’ saat Pak Yunus sedang berlari di sisiku? Itu adalah salah satu karakteristik dari Pak Yunus. Kes impresi saya terhadap kepemimpinannya adalah ketenangan, selalu tenang, tidak panik, tidak pernah gugup. Itu adalah pelajaran bagi kita semua. Ketika seorang komandan panik, menjadi gugup, pingsan, atau gagal bertindak saat bertemu dengan musuh, dia kehilangan otoritasnya untuk selamanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama sangat menentukan. Pak Yunus juga merupakan sosok pribadi yang tegas. Dia akan melakukan apapun untuk mencapai kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Pak Yunus adalah orang yang determinasi dan sangat keras kepala. Dia sering dianggap terlalu keras terhadap anak buahnya. Sebelum dia menjadi seorang jenderal, dia akan memeriksa anak buahnya, dan segalanya harus berada dalam keadaan rapi. Siapa pun yang melakukan kesalahan akan diminta untuk berjalan dengan beban ransel yang berat atau melakukan setidaknya 18 kali push-up. Jika kita tidak terbiasa dengan kondisi semacam itu, kecenderungan untuk panik, gugup, terpaku, dan bingung sangat tinggi. Saya harus mengatakan ini berdasarkan pengalaman salah satu senior saya. Pria itu cerdas di AKABRI, sangat pintar secara akademis, tetapi, berbeda dengan Pak Yunus, dia membeku di medan perang. Dia harus dievakusi dari medan tempur. Namun, saya merasa bahwa saya telah merasakan manfaat memiliki seorang komandan seperti Pak Yunus di awal karir saya sebagai seorang perwira. Saya selalu memberitahu semua orang bahwa saya menjadi orang yang saya ini karena, antara lain, saya memiliki Pak Yunus Yosfiah sebagai komandan saya. 
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Soegito Seorang pemimpin harus berada di antara anak buahnya, dan di situlah Pak Soegito selalu berada. Dia selalu terlibat …

Source link