GRAND GENERAL TNI (RET.) H. M. SUHARTO

by -71 Views

Pak Harto adalah orang yang sangat rajin, disiplin, dan teliti. Saya menyaksikan kehidupan sehari-harinya. Dia bangun sangat pagi setiap hari. Setiap hari dia tiba di kantornya tepat pukul 08.00 pagi. Ciri khasnya adalah tulisan rapi dan ingatan kuat, juga dikenal sebagai ingatan fotografi. Dia juga sangat jago dengan angka. Pak Harto adalah pecinta membaca juga. Oleh karena itu, Pak Harto sangat mendorong orang untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan ke luar negeri, meskipun dia sendiri tidak pernah berpendidikan di luar negeri.

Pak Harto selalu tersenyum. Dia jarang marah atau terlihat marah. Ketika dia marah, dia akan diam. Dan dia tidak suka berbicara dengan orang yang marah. Itulah beberapa kenangan saya tentang Pak Harto. Saya menjadi menantu Pak Harto pada tahun 1983. Pada saat itu, saya adalah seorang kapten dan telah melakukan operasi di Timor Timur dua kali. Yang pertama adalah pada tahun 1976 ketika saya menjadi Komandan Platoon dari KOPASSANDHA Grup 1 (sekarang KOPASSUS) dengan pangkat Letnan Dua. Saya bergabung dengan tim Nanggala 10 yang dipimpin oleh Mayor Infantri Yunus Yosfiah. Yang kedua adalah pada tahun 1978, ketika saya menjadi Komandan Kompi Para-Commando dengan kode Chandraca 8. Pasukan saya saat itu merupakan pasukan pendarat langsung di bawah kepemimpinan komandan sektor. Pertama kali, saya di bawah Komandan Daerah Timur Infantri Kolonel R.K. Sembiring Meliala. Kemudian saya di bawah Komandan Daerah Tengah Infantri Letnan Kolonel Sahala Rajagukguk.

Pak Harto adalah orang yang sangat rajin, disiplin, tepat waktu, dan teliti. Saya beruntung bisa menyaksikan kehidupan sehari-harinya. Dia bangun sangat pagi setiap hari. Dia tiba di kantornya tepat pukul 08.00 pagi. Pukul 13.00 siang, dia akan pulang untuk makan siang. Di sore hari, dia akan bermain golf tiga kali seminggu. Sementara pukul 19.00 dari Senin hingga Jumat, dia akan menerima tamu. Dia akan makan malam pada pukul 21.00. Kemudian pada pukul 21.35, setelah siaran berita Dunia Dalam Berita (Dunia Berita) di TVRI selesai, dia memasuki ruang studinya. Ruang studinya sangat kecil. Meja juga sangat kecil. Memang, jika kita bandingkan dengan rumah-rumah saat ini, bahkan rumah saya sendiri, rumahnya relatif lebih kecil. Kamar tidurnya tidak en-suite. Itulah mengapa ruang studinya sangat kecil.

Setiap malam, akan ada tumpukan folder di mejanya yang bisa mencapai tinggi 40-50 sentimeter. Saya mendengar dari ajudan-ajudannya bahwa setidaknya ada 40 folder dan surat yang dia baca dan tandatangani setiap malam dari Minggu sampai Jumat. Hanya pada Sabtu malam saja orang tidak akan menemukannya di mejanya. Saya sering melihatnya bekerja sampai pukul 01.00 atau bahkan 02.00 pagi. Sementara dia akan bangun pukul 04.30 pagi atau paling lambat pukul 05.00. Kadang-kadang dia hanya mendapatkan tidur 3-4 jam. Hal ini berlangsung selama puluhan tahun. Kita hanya bisa membayangkan seberapa rajin dan telitinya dia. Kualitas khas lainnya adalah tulisannya yang rapi dan ingatan fotografinya. Dia juga sangat jago dengan angka.

Pada tahun 1985, ketika saya baru saja diangkat sebagai Komandan Batalyon Infanteri 328/KOSTRAD, saya pergi untuk melihatnya. Saat itu dia menceritakan kepada saya dengan sangat panjang lebar dan detail pengalamannya dalam membentuk, merekrut, melatih, dan membangun sebuah batalyon tempur. Dia menceritakan pengalamannya sebagai Squad Leader, Platoon Commander, Company Commander, Battalion Operations Officer, dan masih banyak lagi. Dia berbagi banyak teknik praktis dan praktik-praktik serta hal-hal terperinci. Dia bahkan bisa mengingat tingkat pendidikan setiap bawahannya masa lalu. Saya kagum mendengar ceritanya. Pada saat itu, sudah 17 tahun sejak dia meninggalkan Angkatan Darat dan 35 tahun setelah tugasnya dalam Perang Kemerdekaan. Kita hanya bisa membayangkan bagaimana seorang Presiden, Kepala Negara, Kepala Pemerintahan yang mengendalikan agenda pembangunan nasional mulai dari pestisida, pupuk, benih, irigasi, pabrik pesawat terbang, pabrik kereta api sampai pada masalah politik luar negeri, dan yang belum memimpin batalyon-batalyonnya selama puluhan tahun, masih begitu hidup mengingat pembentukan, rekrutmen, dan pelatihan unit-unit militer di level squad, platoon, company, dan battalion. Saya menerapkan pelajaran yang dia bagikan kepada saya ketika saya menjadi Komandan Batalyon 328. Hal itu menjadikan Batalyon 328 sangat handal dan diakui oleh banyak orang sebagai salah satu batalyon terbaik selama bertahun-tahun.

Ciri khas lain dari dia adalah bahwa dia sangat memahami filsafat Jawa dan sejarah Nusantara. Pak Harto secara luas mengartikulasikan kepemimpinannya dengan ajaran kuno dan filsafat Jawa. Hal ini wajar karena semua pendidikannya dilakukan di Indonesia, di kota kelahirannya Kampung Kemusuk di Yogyakarta. Sebagian besar bacaannya berasal dari para sarjana Jawa dari abad-abad yang lalu. Filsafat yang paling sering diajarkannya adalah ojo dumeh, ojo lali, ojo ngoyo, ojo adigang, adigung, adiguna; ditambah dengan ojo kagetan, ojo gumunan, dan sing becik ketitik sing olo ketoro. Buku yang dia terbitkan, Butir-Butir Budaya Jawa, sangat berguna. Ini adalah kumpulan aturan, ajaran, dan pepatah. Buku ini sangat penting untuk memahami psikologi Indonesia dan memahami latar belakang budaya Indonesia karena tentu saja, budaya Jawa sangat mempengaruhi pandangan Indonesia. Ajaran-ajaran ini bukan hanya slogan semata. Bagi banyak orang, itu menjadi panduan hidup yang sukses, panduan untuk hidup bahagia di dunia ini. Ini juga merupakan panduan yang sangat praktis, dan sebenarnya, menurut pendapat saya, itu menjadi suara kebijaksanaan yang dibawa sepanjang masa. Oleh karena itu, siapa yang mengikuti ajaran ini memanfaatkan kebijaksanaan leluhur kita, nenek moyang kita, dan orang tua kita.

Saya ingin menceritakan satu kesempatan saat Batalyon 328 yang saya pimpin diperintahkan untuk melaksanakan operasi di Timor Timur. Satu malam sebelum berangkat, saya dipanggil oleh Pak Harto ke kediamannya di Jalan Cendana. Saya memberi tahu para bawahannya bahwa Pak Harto memanggil saya. Mereka senang. Sudah menjadi tradisi bahwa ketika Panglima TNI memanggil seseorang sebelum mereka melakukan misi, Pak Harto akan memberikan mereka sangu atau bantuan keuangan khusus. Dana ini dapat digunakan untuk memperkuat logistik, sehingga mengurangi beban para komandan. Saya tiba di Cendana sebelum pukul 20:30 malam. Setelah menerima tamu, dia bertemu dengan saya dan bertanya apakah benar bahwa saya akan melakukan operasi keesokan harinya. Saya memberikan jawaban yang membenarkan. Lalu dia berkata, ‘Saya hanya memiliki tiga nasehat untukmu, Bowo. Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Simpanlah dalam hatimu!” Setelah saya menyatakan bahwa saya siap, Pak Harto dengan lembut meletakkan tangan di kepalaku sebagai tanda berkat, seperti yang selalu dia lakukan pada anak-anaknya, cucunya, dan orang-orang yang dicintainya, dan membiarkan saya pergi. Setelah kembali ke batalyon di Cilodong, semua perwira menunggu di ruang operasi, yang kita sebut ruang Yudha, ruang Perang. Mereka menunggu kabar baik dari kediaman Pak Harto. Saya menuturkan kepada mereka bahwa saya hanya bertemu Pak Harto selama lima menit. Dalam pertemuan singkat itu, Pak Harto meninggalkan tiga pesan: Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Saya juga memberi tahukan kepada mereka bahwa, untuk waktu yang singkat, saya juga terkejut dan sedikit kecewa. Karena daripada menerima dana, saya hanya diberi tiga nasehat. Namun, selama perjalanan satu jam dari Cendana ke Cilodong, saya memikirkan tiga nasihat yang diberikan oleh seorang Komandan yang dibesarkan dalam operasi tempur.

Pak Harto adalah inisiator dan pelaksana Serangan Umum 1 Maret yang berhasil merebut kembali kendali Yogyakarta selama enam jam pada akhir tahun 1948. Bahkan, pada saat itu, militer Belanda sangat kuat di Jawa Tengah. Dia juga terlibat dalam berbagai operasi penindasan di Sulawesi, seperti pemberontakan Andi Azis. Dia juga memimpin pembebasan Irian Barat sebagai Panglima Mandala Operations. Dia juga merupakan tokoh kunci dalam membungkam pemberontakan komunis G30S/PKI pada tahun 1965. Sebagai Panglima yang memiliki pengalaman pertempuran yang luas, nasehat Pak Harto tentu harus memiliki makna yang sangat mendalam. Pertama, ojo…

Source link