Sidang GS Diganggu Protes, Hakim Tidak Konsisten dalam Kasus Tidak Hadirnya Direktur Utama PT. Sapta Permata

by -94 Views

SURABAYA – Sidang lanjutan Gugatan Sederhana (GS) yang diajukan oleh PT. Sapta Permata melawan PT. Dove Chemcos Indonesia di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diwarnai dengan keluhan. Kamis (15/8/2024).

Kehadiran Christian, selaku kepala cabang di Surabaya dari PT. Sapta Permata yang dihadirkan oleh Penggugat sebagai prinsipal dalam persidangan ini, diprotes oleh kuasa hukum PT. Dove Chemcos Indonesia, Dr. Johan Widjaja SH, MH.

“Kami keberatan, seharusnya yang datang adalah prinsipal langsung yaitu Yenny Widya Tjoa sebagai Direktur di PT. Sapta Permata,” protes Johan.

Selain itu, Johan mengingatkan hakim karena pada persidangan sebelumnya menyatakan bahwa PT. Sapta Permata harus mencabut gugatannya jika direktur PT. Sapta Permata tidak hadir sampai minggu depan.

“Kami tetap keberatan meskipun PT. Sapta Permata sudah menunjuk dan memberi kuasa kepada seseorang untuk hadir dalam persidangan ini,” lanjutnya.

Menyikapi keberatan dari kuasa hukum PT. Dove Chemcos Indonesia, Dr. Sudiman Sidabukke, SH, CN, MHum selaku kuasa hukum PT. Sapta Permata mengatakan bahwa pengadilan harus menerima pihak yang didaftarkan oleh para pihak.

“Apapun produknya, biarkan majelis hakim yang mengambil keputusan. Jika kuasa hukum Tergugat keberatan, pihak kuasa hukum Penggugat juga keberatan. Tergugat melalui kuasanya tidak dapat memutuskan bahwa persidangan ini tidak boleh dilanjutkan. Berikan wewenang kepada hakim. Itu adalah hukum acara yang benar,” kata Sudiman.

Menengahi keberatan dari kedua belah pihak, Hakim Tunggal Dr. Nurnaningsih Amriani, SH, MH yang memeriksa dan memutuskan perkara Gugatan Sederhana ini memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang keberatan.

“Jika Tergugat dan Penggugat mengajukan keberatan, silahkan. Nanti hakim yang akan mempertimbangkan keberatan mereka,” ujar Hakim Tunggal Nurnaningsih.

Hakim Nurnaningsih juga mencatat bahwa Penggugat sudah memberikan kuasa kepada seseorang untuk mewakili Direktur dalam menghadiri persidangan ini.

“Situasinya akan berbeda jika PT. Sapta Permata sebagai penggugat tidak diwakili oleh siapapun dalam persidangan ini,” tambahnya.

Setelah persidangan selesai, Dr. Johan Widjaja, SH, MH dengan kesal mengatakan bahwa Hakim Nurnaningsih Amriani tidak konsisten dengan yang ia sampaikan pada persidangan sebelumnya, Senin (5/8/2024).

“Hakim Nurnaningsih Amriani pada persidangan sebelumnya dengan tegas menegur dan memperingatkan PT. Sapta Permata melalui kuasa hukumnya agar membawa Yenny Widya Tjoa yang merupakan Direktur Utama PT. Sapta Permata,” katanya.

Johan melanjutkan, dalam persidangan sebelumnya kuasa hukum PT. Sapta Permata harus mencabut gugatan jika Direktur tidak hadir pada persidangan selanjutnya, yaitu hari ini.

“Namun kenyataannya, Hakim Nurnaningsih Amriani tetap melanjutkan persidangan ini meskipun Direktur Utama PT. Sapta Permata tidak datang,” keluh Johan.

Tidak hanya memberikan tanggapan terkait absennya Yenny Widya Tjoa dalam persidangan ini, Johan Widjaja juga menunjukkan bukti-bukti yang diajukan pada persidangan ini, meskipun bukti-bukti tersebut kemudian ditarik untuk diajukan kembali pada persidangan berikutnya. Seperti tangkapan layar video yang menunjukkan adanya endapan dan gumpalan.

“Laboratorium juga memberikan pernyataan tentang adanya endapan dan gumpalan dari bahan kimia yang kami beli dari PT. Sapta Permata,” papar Johan.

Selain itu, laboratorium menjelaskan bahwa bahan kimia yang mengandung endapan dan gumpalan telah rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi.

“Berdasarkan pernyataan laboratorium tersebut, dapat dikatakan bahwa PT. Sapta Permata sebagai penggugat dalam kasus ini, telah menjual barang yang rusak dan tidak dapat digunakan lagi untuk produksi. Meskipun PT. Dove Chemcos Indonesia mengajukan klaim atau keberatan, tanggapan tidak pernah diterima,” tambahnya.

Johan juga mempertanyakan sikap PT. Sapta Permata yang meminta agar bahan kimia yang rusak karena endapan dan gumpalan tersebut dikembalikan atau diretur setelah 195 hari sejak pemberitahuan oleh PT. Dove Chemcos Indonesia.

“Bahan kimia tersebut sudah kami buang sekitar Februari 2023 karena khawatir akan mencemari lingkungan dan berpotensi menimbulkan penyakit, karena bahan kimia tersebut sudah rusak dan sebelumnya disimpan di gudang,” tambahnya.

Sementara itu, Dr. Sudiman Sidabukke, SH, CN, MHum menjelaskan bahwa perdebatan yang terjadi dalam persidangan ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika Tergugat dan kuasa hukumnya memahami aturan yang berlaku.

“Menurut saya, perdebatan tadi sebenarnya tidak perlu. Ini adalah gugatan sederhana. Sudah ada Peraturan Mahkamah Agung (MA) yang mengaturnya,” ujar Sudiman.

Lebih lanjut, Sudiman menyebut bahwa ada Peraturan MA tahun 2015 dan 2019 yang mengatur aturan mainnya dengan jelas. Ada Penggugat dan ada Tergugat.

“Penggugat sudah memberi kuasa kepada kami, pihak pengacara. Apakah pemberian kuasa tersebut melanggar hukum? Kemudian kuasa dari Tergugat menanyakan keberadaan direktur,” lanjutnya.

Menurut Sudiman, jika Tergugat melalui kuasa hukumnya meminta agar direktur PT. Sapta Permata hadir, sudah ada perwakilan perusahaan yang diwakilkan untuk mengikuti persidangan.

“Berdasarkan aturan, hal tersebut diperbolehkan. Jika mereka ingin kepastian hukum, jangan memaksa orang. Hukum acara harus dijalankan dengan benar,” katanya.

Sudiman menegaskan bahwa biarlah hakim yang membuat keputusan. Apapun putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan akan tertuang dalam keputusan, permohonan penetapan, atau gugatan.

“Biarkan pengadilan yang membuat keputusan. Jika Tergugat dinyatakan benar, maka Penggugat yang kalah. Begitu sebaliknya. Jika Penggugat tidak puas dengan putusan pengadilan, mereka bisa mengajukan banding,” paparnya.

Sudiman menjelaskan bahwa kasus ini sebenarnya bukan perkara besar dan pembuktian sangat mudah mengingat kerugian yang terjadi hanya sebesar Rp. 181 juta. Menurut Sudiman, PT. Sapta Permata telah mengirimkan barang, dan dua hari setelahnya, PT. Dove Chemcos Indonesia seharusnya membayar.

“Namun kenyataannya, mereka tidak membayar. Kemudian mereka mengatakan bahwa barang tersebut rusak. Kami meminta agar barang yang rusak dikembalikan. Namun barang tersebut tidak pernah dikembalikan,” jelas Sudiman.

Sudiman menambahkan bahwa meskipun PT. Dove Chemcos Indonesia meminta diskon dan telah diberikan, namun pembayarannya tetap tidak dilakukan hingga akhirnya terjadi somasi sebanyak tiga kali. Namun, somasi tersebut tidak direspon oleh PT. Dove Chemcos Indonesia.

Sudiman menegaskan bahwa dalam kasus ini bukan masalah jumlah uang yang menjadi kerugian bagi PT. Sapta Permata.

“Namun, ini menyangkut hak dan keadilan sehingga harus diselesaikan di pengadilan,” tegas Sudiman.

Sebelumnya, David Tri Yulianto selaku Direktur PT. Dove Chemcos Indonesia digugat di pengadilan karena telah mengajukan keberatan atau komplain kepada PT. Sapta Permata terkait barang yang rusak.

David Tri menjelaskan bahwa awalnya PT. Dove Chemcos Indonesia membeli 4man chemyunion dari PT. Sapta Permata seberat 200 kg untuk bahan baku produk kecantikan senilai Rp. 181.623.750.

“Barang baku untuk produk kecantikan dikirim pada tanggal 8 Desember 2022. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, kami menemukan bahwa barang tersebut mengandung endapan pada tanggal 13 Desember 2022, sehingga kami meyakini bahwa barang tersebut rusak atau cacat,” ungkap David Tri, Sabtu (3/8/2024).

Dalam hal ini, David Tri melanjutkan, PT. Dove Chemcos Indonesia kemudian mengirimkan komplain beserta bukti video dan foto kondisi barang kepada PT. Sapta Permata.

“Komplain kami diterima oleh sales PT. Sapta Permata dan kami diarahkan untuk mengikuti mekanisme pengembalian barang,” jelas David Tri.

“Setelah menerima komplain dari PT. Dove Chemcos Indonesia, barang seharusnya diambil oleh PT. Sapta Permata. Namun, setelah menunggu, mekanisme pengembalian barang tersebut tidak pernah dilakukan oleh PT. Sapta Permata,” tutup David Tri.