Ketekunan dan konsistensi merupakan kunci sukses bagi para pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Aceh untuk berkembang. Darliana, seorang penenun kain songket asal Aceh, adalah contoh yang menjelaskan bagaimana konsistensi dapat membawa bisnis UMKM ke tingkat yang lebih tinggi. Usaha Darliana dimulai sejak 1975, dengan menenun kain songket menggunakan alat tradisional Aceh. Meskipun membutuhkan waktu sebulan untuk menghasilkan dua lembar kain, harga jualnya mencapai Rp 2 juta.
Produk berkualitas dari Darliana menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Aceh. Melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Darliana mendapatkan dukungan modal untuk mengembangkan usahanya. Dengan bantuan modal dan alat produksi baru, usaha Darliana tumbuh pesat dan melibatkan penduduk setempat lainnya sebagai penenun.
Mutiara Tenun, kelompok usaha Darliana, berhasil meningkatkan omzetnya dari Rp 100 juta per tahun menjadi sekitar Rp 300 juta per tahun setelah menjadi UMKM binaan BI melalui PSBI. Keberhasilan ini juga dirasakan oleh usaha makanan cemilan asal Aceh, Capli, yang terkenal dengan Sambal Hijau. Produk ini terbuat dari bahan-bahan lokal seperti cabai rawit hijau dari dataran tinggi Gayo dan asam sunti.
Capli, yang didirikan oleh pasangan suami istri Yuliana dan Murtala Hendra Syahputra, berhasil mengembangkan usahanya setelah menemukan formula sambal yang unik. Dengan metode pengawet alami asal Aceh, Capli berhasil memproduksi sambal dengan daya tahan hingga satu tahun. Dari modal awal Rp 500 ribu, Capli mampu berkembang pesat dan melibatkan sampai 100 orang dalam produksinya.
Dengan kesabaran, inovasi, dan dukungan dari program seperti PSBI, UMKM di Aceh seperti Mutiara Tenun dan Capli membuktikan bahwa konsistensi dan kreativitas merupakan kunci utama dalam mengembangkan bisnis UMKM. Semua itu menjadi inspirasi bagi para pelaku usaha UMKM di Indonesia untuk terus bertekad dan berinovasi dalam mengembangkan usaha mereka.