Krisis ekonomi selalu menjadi bagian dari sejarah setiap zaman, termasuk di masa Nabi Muhammad. Pada abad ke-6 Masehi, Arab mengalami masalah ekonomi akibat pertempuran suku, migrasi penduduk, dan manipulasi perdagangan oleh kaum Yahudi. Krisis ini mengakibatkan kemerosotan ekonomi, kelaparan, dan kemiskinan di kalangan masyarakat Arab.
Nabi Muhammad, sebagai pemimpin keagamaan, menghadapi kondisi tersebut dengan berbagai cara. Beliau berupaya untuk memutar uang melalui sektor peternakan, tanah, dan properti. Dikenal sebagai al-amin atau sangat dipercaya, Nabi Muhammad mudah mendapatkan para pemodal yang yakin beliau bisa mengelola uang dengan baik. Terutama, beliau menjanjikan bagi hasil keuntungan usaha yang adil kepada para pemodal.
Dalam menjalankan bisnis, Nabi Muhammad berfokus pada bisnis peternakan karena memiliki pengalaman sebagai penggembala kambing di masa mudanya. Selain itu, masyarakat Arab juga menganggap peternakan sebagai bisnis yang menguntungkan karena hewan yang dipelihara bisa beranak pinak dan semua bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan.
Selain berbisnis peternakan, Nabi Muhammad juga melakukan investasi dalam tanah dan properti. Salah satu contohnya adalah ketika beliau menyewakan tanah kepada orang Yahudi dengan konsep bagi hasil. Konsep bagi hasil tersebut kemudian didefinisikan sebagai mudharabah.
Namun, hal paling mendasar yang dapat dipetik dari investasi dan bisnis ala Nabi Muhammad adalah pentingnya sedekah. Islam mengajarkan pentingnya berbagi kekayaan dengan orang lain dan keyakinan bahwa setiap kali membantu orang lain, kita akan mendapat keuntungan luar biasa.
Nabi Muhammad tidak pernah menimbun kekayaannya sendiri, seluruh keuntungan dari bisnisnya dialihkan untuk kepentingan umat. Beliau senang bersedekah dalam berbagai bentuk, seperti uang, pakaian, atau makanan. Dengan prinsip-prinsip bisnis dan investasi yang diperoleh dari Nabi Muhammad, kita dapat belajar untuk tetap sukses dan berdampak positif ketika menghadapi krisis ekonomi.