Perbedaan Antre Beras di Masa Soekarno dan Jokowi

by -93 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Perubahan iklim dan cuaca membuat harga beras mengalami kenaikan di pasar saat ini. Hal ini menyebabkan banyak orang merasa khawatir karena harga bahan pokok berubah.

Akibatnya, banyak orang rela mengantre untuk mendapatkan beras murah dari pemerintah. Pemerintah menyediakan beras dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijual kepada konsumen seharga Rp 53.000 per karung 5 Kg. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan harga di pasar.

Fenomena antusiasme warga dalam mengantre beras ini mengingatkan pada kejadian di masa lalu, khususnya pada akhir masa pemerintahan Soekarno. Namun, penyebabnya bukan karena perubahan iklim, melainkan karena kebijakan politik pada masa itu.

Masa-masa sulit tersebut terjadi sejak dekade 1960-an. Pada saat itu, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan ekonomi terpimpin di mana negara mengendalikan semua hal yang berhubungan dengan ekonomi. Masyarakat tidak memiliki banyak kebebasan dalam hal ini.

Menurut Boediono dalam Ekonomi Indonesia (2017), semua kebijakan pembangunan lebih didasarkan pada kepentingan politik daripada ekonomi. Hal ini mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia semakin memburuk.

Di dekade 1960-an, Soekarno juga terlibat dalam pertempuran melawan Belanda untuk merebut Irian Barat dan melawan Malaysia. Hal-hal tersebut yang tidak bersifat ekonomi praktis menyedot anggaran belanja negara sehingga rakyat menjadi korban.

Rum Aly, seorang jurnalis dan saksi sejarah pada masa itu, dalam bukunya “Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 Mitos dan Dilema” (2006:87) menggambarkan bahwa periode tersebut sangat sulit bagi masyarakat. Kenaikan harga kebutuhan sehari-hari terjadi hingga lima hingga sepuluh kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kelangkaan beras mencapai puncak pada tahun 1966. Pada saat kondisi inflasi mencapai 650%, Soekarno memutuskan untuk menghentikan impor beras karena kekurangan devisa. Pemerintah memberikan jatah tiga liter beras kepada satu keluarga dan masyarakat harus mengantre dari subuh di tempat yang telah ditentukan.

Situasi seperti ini membuat pamor Soekarno turun di mata masyarakat. Gelombang demonstrasi pun meletus menuntut penurunan harga bahan pokok dan pengunduran diri Soekarno. Akhirnya, berkat rangkaian kejadian tersebut dan intrik politik elite negara, Soekarno terpaksa turun dari kursi kepresidenan.