Akan Ditahan di Penjara Bawah Tanah Jika Tidak Membayar Utang

by -58 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam aktivitas ekonomi, utang dan piutang adalah hal yang lumrah. Namun, apa yang akan terjadi jika seseorang memiliki utang namun tidak membayar?

Tentu saja akan menimbulkan kekesalan, bahkan dalam beberapa kasus dapat berujung pada penjara.

Kasus-kasus seperti ini bahkan sudah menjadi kebiasaan di masa lampau. Jika seseorang tidak mampu membayar utangnya, maka akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah.

Memang kejam. Namun, itulah kenyataan yang terjadi ratusan tahun yang lalu di Jakarta (sebelumnya bernama Batavia).

Kejadian ini terjadi pada abad ke-18 atau sekitar 300 tahun yang lalu. Pada masa itu, seperti saat ini, praktik utang-piutang sudah lazim dilakukan oleh masyarakat.

Selain itu, ada juga utang yang berakibat dari kebijakan pemerintah. Contohnya adalah ketika pemerintah memungut uang dari rakyat dengan dalih membayar pajak.

Jika tidak dibayar, maka rakyat dianggap memiliki utang.

Biasanya jika persoalan utang tidak kunjung terselesaikan, maka penyelesaiannya akan dilakukan melalui proses hukum dan berakhir di balik jeruji besi.

Pemerintah kolonial, dalam hal ini VOC, sudah membangun penjara. Penjara ini berlokasi di bawah gedung Balai Kota atau Standhuis.

Menurut Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2008), bangunan di atas Balai Kota berfungsi sebagai tempat administrasi dan pelayanan masyarakat. Sedangkan bagian bawahnya digunakan untuk menahan orang-orang kriminal.

Penjara tersebut tidak hanya untuk para pengutang saja, tetapi juga untuk narapidana kasus lain.

Berdasarkan cerita Zaenudin HM dalam Kisah-kisah “Edan” Seputar Djakarta Tempo Doeloe (2016), kebanyakan dari narapidana tersebut adalah orang-orang yang tidak mampu membayar utang, baik kepada perseorangan maupun pemerintah kolonial.

Dalam catatan Alwi Shahab dalam Hukum Pancung di Batavia (2007), penjara bawah tanah tersebut selalu penuh. Pada tahun 1736, misalnya, terdapat 437 narapidana yang mayoritasnya adalah orang yang gagal membayar utang. Sementara narapidana kasus kriminal lainnya, seperti pencurian dan kekerasan, jumlahnya jauh lebih sedikit. Para narapidana ini hidup dalam kondisi penderitaan.

Tentu saja, suasana di ruang bawah tanah sangat berbeda. Tidak ada udara segar dan cenderung panas serta lembab.

Mereka hanya diberi makan nasi dan air dingin. Hal ini menyebabkan mereka mengalami tekanan mental dan fisik.

Banyak dari narapidana tersebut mengalami luka infeksi pada kaki akibat terlalu lama menghuni penjara. Selain itu, ada juga yang mengalami stres karena proses pengadilan yang memakan waktu lama sementara mereka harus tetap berada di dalam penjara.

Selain itu, ketika hari persidangan tiba, suasana hati mereka semakin tidak enak.

Biasanya, orang-orang yang dipenjara karena utang memiliki masa hukuman yang cukup berat, bahkan seumur hidup dan tanpa batas. Minimal hukumannya adalah 6 tahun penjara. Bayangkan betapa sulitnya bagi para pengutang untuk menjalani kondisi ini.

Sekarang, penjara bawah tanah dan gedung Balai Kota sudah diubah menjadi Museum Fatahillah yang terletak di Kawasan Kota Tua. Untungnya, saat ini tidak ada lagi orang yang dipenjara di bawah tanah karena utang yang tidak dibayar.

[Gambas:Video CNBC]

(mfa/sef)