Jakarta, CNBC Indonesia – Bulan Juni memiliki kenangan istimewa bagi rakyat Aceh dan Soekarno. tepatnya pada 16 Juni 1948, Soekarno menerima ‘harta karun’ 50 Kg emas dari rakyat Aceh.
Emas tersebut tidak digunakan Soekarno untuk keperluan pribadi, tetapi dialihkan ke sesuatu yang memiliki arti penting bagi masa depan Indonesia. Bagaimana ceritanya?
Kisah dimulai ketika Soekarno melakukan kunjungan ke Kutaraja, Aceh, pada 16 Juni 1648. Kedatangannya terjadi karena Aceh memiliki posisi penting secara politik dan ekonomi bagi Indonesia. Dari segi politik, wilayah ujung Sumatera itu merupakan satu-satunya wilayah yang tidak sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Sementara dari segi ekonomi, Aceh disebut Soekarno sebagai daerah yang sangat kaya.
Mendapati fakta tersebut, Soekarno ingin meminta dukungan politik dan khususnya ekonomi. Maka, setibanya di Aceh, proklamator itu langsung mengungkapkan keinginannya. Saat makan malam dengan para pedagang Aceh dalam kelompok Gasida (Gabungan Pedagang Indonesia Aceh), Soekarno mengatakan bahwa kondisi ekonomi negara sedang sulit. Blokade dan agresi militer Belanda membuat kas negara habis.
Semua itu disampaikan sambil berharap para pedagang kaya Aceh dapat menyumbangkan uang mereka. Secara spesifik, Soekarno ingin rakyat Aceh memberikan pesawat. Kelak, pesawat akan berguna sebagai jembatan udara dari pulau ke pulau lain.
“Untuk itu saya anjurkan agar para pedagang bersama-sama rakyat mengumpulkan dana untuk membeli pesawat udara, misalnya pesawat Dakota yang harganya 25 Kg emas,” kata Soekarno, seperti yang disampaikan Jihad Akbar di Medan Area (1990).
Menariknya, ucapan tersebut juga disertai dengan ancaman meskipun disampaikan dengan santai. Soekarno tidak ingin makan sampai diberi kepastian oleh rakyat Aceh. Menurut Soekarno, dia akan makan jika rakyat Aceh mau ikut mewujudkan impian pesawat udara.
Untungnya, ketua Gasida, M.Djoenoed Joesoef, langsung merespons dengan baik. Dia segera menyatakan kesiapannya untuk mengumpulkan emas. Akhirnya, sumbangan emas dan uang terkumpul. Soekarno pun bersedia untuk makan.
Di luar makan malam, donasi juga dikumpulkan melalui Panitia Dana Dakota. Rakyat biasa dan para pedagang Aceh antusias memberikan uang dan emas untuk disumbangkan. Bahkan, mereka rela mengantri hanya untuk mendukung impian Soekarno.
Empat hari kemudian, rakyat Aceh berhasil mengumpulkan 50 Kg emas. Jika itu dikonversi ke masa kini, 50 Kg emas setara dengan Rp50 miliar. Sumber lain seperti disampaikan dalam Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak (2011) mencatat bahwa donasi juga berhasil mengumpulkan 130 ribu straits-dollar dan 5 Kg emas.
Apapun sumbernya, hasil donasi tersebut kemudian digunakan untuk membeli pesawat. Secara simbolis, rakyat Aceh menyerahkan itu kepada presiden. Emas tersebut kemudian digunakan untuk mewujudkan impian Soekarno. Tidak hanya satu pesawat, tetapi dua. Satu pesawat atas nama Gasida dan satu lagi atas nama rakyat Aceh.
Kedua pesawat ini berjenis DC-3 dan masing-masing diberi nomor registrasi RI-001 dan RI-002. Keduanya juga diberi nama Seulawah yang artinya Gunung Emas. Setelah tiba di Indonesia, pesawat tersebut dioperasikan oleh Indonesia Airways, yang kemudian berubah nama menjadi Garuda Indonesia.
Dalam perjalanan, pesawat tersebut berhasil menghubungkan wilayah Indonesia. Selain itu, pesawat tersebut juga digunakan sebagai alat angkut para pemimpin negara. Namun, yang lebih penting dari semuanya adalah soal perjuangan dan kesetiaan. Berkat sumbangan itu, kedaulatan Indonesia semakin nyata.
Saat ini, pesawat tersebut sudah dipajang di Taman Mini Indonesia Indah.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Ini Beda Fenomena Antre Beras Zaman Soekarno & Jokowi
(mfa/mfa)