Sahabat Terkaya Indonesia, Soekarno Sering Meminta Uang Ketika Kekurangan Uang

by -80 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Semua orang tahu bahwa Soekarno adalah salah satu tokoh sentral dalam pergerakan mengusir penjajah hingga terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, proses itu semua tak hanya modal dengkul dan otak. Satu hal yang seringkali luput adalah terkait pendanaan. Sebagai manusia, Soekarno juga butuh uang untuk hidup sehari-hari.

Dia memang pernah bekerja sebagai guru hingga arsitek, tapi itu tak membuatnya cukup. Di masa kolonial, Soekarno lebih sering tak punya uang alias bokek. Pada kondisi ini, dia beruntung ada seorang pengusaha kaya raya yang menjadi sumber uang bagi dirinya.

Perkenalkan, pengusaha itu bernama Agoes Moesin Dasaad.

Crazy Rich Sumatra

Agoes Moesin Dasaad lahir di Filipina, 25 Agustus 1905. Saat usia 1 tahun dia pindah ke Lampung, kota yang kelak jadi tempat bernaung seumur hidup. Di kota ini pula, saat usia belasan tahun, dia berdagang hasil bumi hingga Palembang.

Dari perdagangan biasa Dasaad kemudian mendirikan perusahaan sendiri pada 1921. Namanya, Dasaad Moesin Concern.

Sejarawan Mestika Zed dalam Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950 (2003) menceritakan, perusahaan Dasaad dengan cepat tumbuh besar hingga Asia Tenggara dan Afrika. Selain itu dia juga sukses menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang. Sementara di Indonesia, cabang perusahaannya tersebar luas di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, hingga Solo.

Kebesaran bisnis praktis membuat harta pribadi Dasaad bertambah.

Mestika Zed mencatat kalau Dasaad menyandang gelar sebagai salah satu miliuner asal Sumatra sampai tahun 1942. Namanya juga dikelompokan sebagai pengusaha pribumi terbesar di era penjajahan Belanda.

Sumber Uang Soekarno

Sebagai orang asli Indonesia, Dasaad juga ingin Tanah Airnya merdeka. Dia lantas memanfaatkan pengaruhnya di dunia pergerakan nasional. Tak hanya lewat politik, tapi juga secara ekonomi, yakni aktif sebagai sumber uang atau donatur bagi tokoh sentral, seperti Soekarno.

Soekarno, yang sering dikejar-kejar kompeni, mengaku tak mementingkan uang. Dia pernah berkata dalam otobiografinya “hanya kemerdekaan yang membuat aku hidup.” Namun, kita semua tahu itu hanya retoris saja.

Faktanya, sebagai manusia biasa dia membutuhkan uang untuk hidup. Di kondisi inilah secercah harapan dimunculkan oleh Dasaad. Dia secara sukarela menjadi donatur Soekarno. Pria kelahiran 1901 itu masih ingat bagaimana Dasaad yang belum pernah bertemu menyelamatkan hidupnya sesaat setelah keluar penjara pada 1931.

“Pagi-pagi ketika aku berjalan keluar dari penjara sebagai orang bebas, seorang laki-laki yang belum pernah kulihat sebelumnya, memasukkan ke genggamanku uang 400 rupiah begitu saja, karena dia tahu aku tak punya uang,” kata Soekarno dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).

Dia lantas mengetahui bahwa laki-laki misterius itu adalah Dasaad, orang terkaya di Indonesia. Dari perkenalan itu keduanya menjadi sahabat akrab. Hubungannya berlanjut di ranah politik. Dasaad menjadi tokoh Badan Usaha Penyelidikan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sedangkan, kita semua tahu Soekarno jadi Presiden.

Persahabatan ini terjalin juga dalam relasi ekonomi. Dasaad jadi salah satu orang yang sering bolak-balik Istana Negara, sehingga mendapat julukan pengusaha Istana. Saat itu dia memang sedang berjaya. Peter Post dalam “The Formation of the Pribumi business élite in Indonesia, 1930s-1940s” (1996) menyebut Dasaad dan keluarganya masuk dalam jajaran orang terkaya Indonesia tahun 1950-an.

Sekalipun sudah jadi penguasa, Soekarno mengaku masih sering meminta tolong kepada Dasaad kalau dana pribadinya habis. Maksudnya, tentu saja berhadap dikirimi uang. Hal ini diungkapkan sendiri saat diwawancara jurnalis AS, Cindy Adams, untuk penulisan buku biografinya pada 1964.

“Sekarang, aku masih saja minjam kepadannya,” kata Soekarno.

Kendati disebut “minjam”, pemberian Dasaad kepada Soekarno tak dianggapnya sebagai piutang. Dia ikhlas menjadi sumber harta bagi Soekarno. Menurut Soekarno, “Dia tak pernah berharap akan memperolehnya kembali. Tentang uang, dia benar-benar tak pernah menerima uang itu kembali.”

Loyalitas serupa dilakukan pengusaha Lampung itu kepada para pejuang lain. Diketahui, dia sering membagikan uang kepada teman-teman dan banyak organisasi kemanusiaan sampai akhir hayatnya pada 11 November 1970.

(mfa)