Jakarta, CNBC Indonesia – Sosok calon menteri dalam kabinet mendatang sudah menemui titik terang. Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah memanggil para calon menteri di kediaman pribadinya, Senin (14/10/2024).
Pemanggilan para calon menteri bersamaan dengan besarnya harapan masyarakat kepada mereka untuk membawa perbaikan bagi Indonesia. Meski begitu, harapan tersebut tak jarang menimbulkan kekecewaan sebab, salah satunya, berujung pada aksi korupsi.
Sejarah mencatat aksi korupsi pertama yang berujung pada hukuman mati di Indonesia dilakukan oleh seorang menteri. Nama menteri tersebut adalah Jusuf Muda Dalam atau JMD.
JMD merupakan Menteri Urusan Bank Sentral di Kabinet Presiden Soekarno yang kini posisinya setara Gubernur Bank Indonesia. Sehari-hari dia mengurusi uang negara yang praktis membuatnya berada di lahan “basah”. Sayang, JMD tak kuat iman.
Dia malah mengambil uang negara untuk keperluan pribadinya. Aksi ini kemudian terungkap pada Agustus 1966 dan menjadi skandal cukup heboh di masanya. Penangkapan dilakukan oleh Letnan Jenderal Soeharto, sosok yang kelak jadi Presiden RI Ke-2.
Secara mengejutkan, ternyata JMD mengambil uang Rp97 miliar. Nominal segitu cukup besar di masanya. Harga bensin saja masih Rp0,5 per liter. Sedangkan harga emas masih kisaran Rp1.000 per gram. Jika dikonversikan ke hasil curian JMD, tentu bisa dibayangkan bisa berapa banyak liter bensin dan kiloan emas yang didapat.
Uang-uang tersebut lantas digunakan JMD untuk foya-foya. Dia membeli rumah, tanah, perhiasan, dan sebagainya. Bahkan dari uang tersebut juga diketahui dia alirkan ke beberapa wanita yang disukainya. Mengacu pada laporan kasusnya berjudul Anak Penyamun Di Sarang Perawan (Skandal JMD) (1966), diketahui ada 25 perempuan yang menikmati uang hasil korupsi JMD.
Mereka diberi uang, rumah hingga mobil. Selain itu, para perempuan itu juga ada yang dinikahinya. Dia diketahui punya istri enam. Salah satu perempuan yang terseret dalam pusaran kasus JMD adalah penyanyi kondang Titiek Puspa.
Dalam otobiografi Titiek Puspa a Legendary Diva (2008), Titiek membantah tuduhan tak berdasar tersebut. Akan tetapi, saat itu tak ada yang percaya ucapannya. Titiek pun menjadi target amarah masyarakat karena terseret skandal tersebut. Mobil yang baru saja dibelinya diambil mahasiswa yang mendemo. Setelahnya, Titiek tak lagi melihat mobil tersebut.
Selain Titiek, JMD juga memberikan hadiah ke beberapa perempuan usia 20-an tahun. Mereka dibelikan mobil bermerek seperti Mazda dan Fiat, rumah, dan diberikan uang dengan dalih dana pendidikan. Saat proses pengadilan, JMD membantah tuduhan dia mengambil uang negara, tapi juga dia mengakui kalau punya istri banyak.
Soal uang negara, dia mengaku tindakan tersebut untuk mendukung misi revolusioner Soekarno berdasarkan dukungan kabinet. Akan tetapi, hakim memandang itu semua hanya bualan semata.
Pada September 1966, setelah mendengarkan kesaksian dari 175 orang, dia diputuskan bersalah atas kasus korupsi, perkawinan tidak sah, kepemilikan senjata api, dan tindakan subversi. Selain itu dia juga dianggap pemerintah Orde Baru terlibat dalam Gerakan 30 September. Pengadilan menjatuhinya hukuman mati.
Setelah kejadian itu, kejayaan dan kekayaan JMD langsung hilang. Dia sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 8 April 1967. Namun, MA menolak kasasi dan memutuskannya layak dihukum mati.
Akan tetapi, JMD cukup beruntung tak melihat algojo mengakhiri hidupnya. Sebelum dihukum mati, dia sudah meninggal terlebih dahulu di penjara akibat tetanus pada September 1976.
Presiden Soeharto berharap kejadian korupsi JMD jadi pelajaran penting bagi pejabat di masa Orde Baru. Jangan sampai mereka bernasib sama.
“Janganlah kita Orde Baru berbuat dosa kepada rakyat, bangsa, dan negara, baik secara sadar maupun tak sadar, melakukan perbuatan yang dilakukan di masa Orde Lama itu,” ungkap Soeharto, dikutip Tempo (4 September 1976).
(mfa/mfa)