Pertempuran di Jalur Gaza semakin memanas. Kelompok Hamas dan militer Israel masih saling serang yang membuat korban jiwa dan kerugian material di kedua pihak terus bermunculan.
Terbaru, ketegangan mulai merambat ke Tepi Barat (West Bank). Dalam laporan Reuters yang dikutip Jumat (20/10/2023), di wilayah yang dari dulu jadi titik panas konflik ini terjadi bentrokan antara tentara Israel dan pemukim Palestina. Tercatat lebih dari 70 warga Palestina tewas dalam kekerasan di Tepi Barat sejak 7 Oktober dan Israel telah menangkap lebih dari 800 orang.
Rangkaian kejadian beruntun ini membuat hubungan Israel-Palestina semakin memburuk. Banyak pihak mencoba menganalisis kembali akar masalah konflik. Salah satu yang menjadi perbincangan ihwal motif sumber daya alam di balik pendudukan Israel di Palestina. Apakah ada perebutan ‘harta karun’ di sana?
Palestina, ‘Harta Karun’ di Timur Tengah
Pada 1938, seorang geolog bernama A. Bonne memublikasikan riset “Natural Resources of Palestine”. Dia menyebut ada 3 sumber daya alam potensial di wilayah Palestina.
Pertama, sumber daya air. Di Timur Tengah, yang terkenal kering kerontang, air adalah sumber kehidupan tak ternilai. Hanya berkat air masyarakat bisa sejahtera dan negara bisa tumbuh.
Ketika negara Timur Tengah lain sibuk mencari air, Palestina justru sudah diberkahi air melimpah. Menurut Bonne, air bisa mudah ditemukan di Palestina. Saat mengebor tanah, air langsung deras keluar. Sungai-sungai jarang kekeringan karena siklus musim panas dan hujan selalu tepat bergantian.
Akibat air melimpah ruah dibarengi oleh kemunculan teknologi yang dibawa Inggris, maka sektor pertanian Palestina bisa tumbuh pesat. Bahkan, keberadaan air tak hanya berguna buat pertanian, tetapi juga energi listrik.
Karena tidak ada batu bara, rakyat Palestina lantas memanfaatkan air derasnya Sungai Yordan untuk sumber energi listrik. Pemanfaatan ini dibuktikan dengan keberadaan Palestine Electric Corporation pada 1926. Belakangan, kota-kota besar, seperti Tel Aviv dan Haifa, pembangkit listrik tenaga air mulai bermunculan.
Kedua, hasil hutan. Soal ini, Bonne tidak menjelaskan panjang lebar. Pasalnya, hasil hutan di Palestina hanya digunakan untuk kepentingan lokal, salah satunya, soal irigasi dan kepentingan penahan erosi.
Ketiga, sumber daya mineral. Ahli geologi itu menyebut Palestina tidak diberkahi dengan kekayaan mineral yang bernilai tinggi. Di sana memang banyak ditemukan kapur, basal, tembaga, mangan dan aspal, yang kala itu nilai ekonominya tidak begitu baik.
Namun, ada satu sumber daya yang sangat potensial, yakni minyak bumi. Dalam risetnya Bonne menuliskan,”Struktur geologi Palestina menunjukkan bahwa minyak bumi dan produk sejenisnya dapat ditemukan di beberapa tempat dalam jumlah yang menguntungkan secara ekonomi.”
Di sana Bonne memaparkan kata kunci “menguntungkan secara ekonomi.” Artinya, minyak bumi tersebut apabila dikelola dengan baik bisa membuat Palestina bisa mencapai kesejahteraannya.
Apalagi, ketika riset itu terbit pada 1938, sudah ada negara yang kaya raya berkat eksploitasi minyak bumi, seperti Amerika Serikat, Iran, dan negara Timur Tengah lain. Arab Saudi yang menemukan minyak di tahun 1948, juga kelak menjadi negara kaya raya. Jika mengacu pada kasus tersebut, maka Palestina harusnya bisa memiliki nasib sama.
Sayang, seiring waktu, jalan sejarah Palestina berbeda. Sepuluh tahun kemudian, tepat pada 1948, Davin ben-Gurion secara mengejutkan memproklamirkan negara Yahudi pertama di dunia bernama Israel di tanah Palestina. Dari sinilah, situasi mulai berbeda.
Merebut ‘Harta karun’
Sejak pendudukan pertama Israel dilakukan, tulis laporan PBB tahun 2019, penduduk Palestina mulai kehilangan kendali atas kepemilikan sumber da-13%3a274662″target=”_blank” rel=”noopener noreferrer”>ku Bahrain-United Arab Emirates ini turun drastis di 2022</h3><p dir=”ltr”>Palestina menghadapi krisis air bersih dan kelaparan setelah Israel menyekat seluruh pasokan air dan kebutuhan hidup ke Tepi Barat, termasuk perumahan, air, makanan, minuman dan pakaian.</p><p dir=”ltr”>Lembaga Kemanusiaan Bani Dost: Kubu Israel berusaha memaksa penduduk Palestina merelakan sebanyak $15,1 juta setiap bulan agar mereka dapat makan dan minum.</p><p dir=”ltr”>Otoritas Palestina: Kawasan yang dikuasai oleh otoritas Israel berada di bawah keadaan pengepungan sehingga tak bisa meningkatkan ekonomi.</p><p dir=”ltr”>ini menyebabkan kondisi yang buruk bagi sejumlah orang di Tepi Barat karena kesulitan sekali mendapatkan air bersih dan kebutuhan hidup. Mereka dipaksa membeli air dari sumber yang mahal sekitar 50 dolar per meter kubik, lebih tinggi dari standar harga internasional yaitu sekitar 12 dolar.</p><p dir=”ltr”>Saat ini banyak orang Palestina melakukan protes dan mengecam pembatasan oleh Israel yang membuat kesulitan hidup lebih buruk lagi.</p><p dir=”ltr”>Bani Dost memaksa pemerintah internasional menekan Israel