Miliarder Yahudi Ini Menuai Kontroversi dan Ternyata Membuat RI Terpuruk

by -174 Views

Ini adalah kisah George Soros, seorang miliarder keturunan Yahudi dari Amerika Serikat. Ia adalah pendiri dan pengelola perusahaan investasi global, Quantum Group of Funds sejak tahun 1970-an.

Namun, Soros tidak hanya dikenal sebagai seorang investor ulung, tetapi juga sebagai pembawa malapetaka. Berbagai tindakannya dalam dunia investasi global ternyata pernah berdampak buruk pada banyak negara. Di Indonesia, namanya tercatat sebagai penyebab krisis pada tahun 1997 yang berujung pada kemelut politik dan pengunduran diri Soeharto.

Bagaimana ceritanya?

Sebuah kalimat umpatan yang dikutip oleh kolumnis Daniel Moss bukanlah dari orang biasa, tetapi dari Perdana Menteri Malaysia keempat, Mahathir Mohammad (1981-2003) 25 tahun yang lalu. Mahathir merasa kesal, bahkan berani memainkan sentimen agama. Pasalnya, pada tahun 1997-1998, negara-negara termasuk Indonesia dan Malaysia mengalami kekacauan akibat krisis ekonomi yang menurut Mahathir disebabkan oleh seorang miliarder keturunan Yahudi bernama George Soros.

Pada waktu itu, Soros adalah pendiri dan pemimpin perusahaan pengelola investasi global, Quantum Group of Funds sejak tahun 1970-an. Selama dua dekade hingga akhir abad ke-20, Soros berhasil memberikan keuntungan sebesar 30% bagi para investor dari aset yang dikelolanya. Oleh karena itu, tidak heran jika Quantum Group of Funds merupakan perusahaan pengelola investasi terbaik di dunia pada saat itu.

Umpatan “Bodoh” dari Mahathir tersebut merujuk pada rangkaian krisis yang bermula dari kebijakan perusahaan Soros. Pada awal 1997, Quantum Group of Funds melakukan spekulasi dengan meminjam nilai mata uang Thailand yang sangat besar. Modalnya hanya sebesar 1 miliar dolar AS.

Namun, spekulasi ini tidak dilakukan pada waktu yang tepat, dan ternyata hanya untuk mencari keuntungan semata. Pada saat spekulasi dilakukan, terjadi penguatan mata uang dolar AS terhadap mata uang Thailand. Akibatnya, Bank Sentral Thailand menaikkan suku bunga, membeli baht Thailand dengan dolar di pasar valuta asing, dan membatasi akses orang asing ke baht tersebut selama beberapa bulan.

Sayangnya, kebijakan ini justru membuat nilai tukar baht Thailand semakin melemah. Bank Sentral tidak berhasil mengendalikan situasi ini dan memutuskan untuk membiarkan mata uang baht mengambang bebas. Sebagai akibatnya, nilai tukar baht Thailand jatuh sebesar 60%. Inilah awal dari krisis moneter Asia yang kemudian merambat ke negara-negara tetangga, termasuk Malaysia dan Indonesia.

Akibatnya, aliran investasi keluar dari Thailand dengan cepat. Pada saat inilah Soros dan perusahaannya mendapatkan keuntungan besar. Banyak yang menduga bahwa Soros sebagai dalang krisis ini karena dia melakukan spekulasi besar-besaran terhadap baht Thailand dan dikaitkan dengan koneksi politiknya.

Soros sebenarnya bukanlah seorang ahli ekonomi. Menurut CNN International, kebijakan ekonomi Soros lebih didasarkan pada naluri daripada pendekatan ilmiah ekonomi. Hal ini dikarenakan pengalaman Soros yang tumbuh dalam situasi pendudukan Nazi Jerman dan dipengaruhi oleh ilmu filosofi yang diajarkan oleh gurunya, Karl Popper.

Berkat Popper, Soros melihat bahwa teori-teori ilmiah tidak selalu valid. Oleh karena itu, dalam karirnya sebagai investor, dia mencoba menganalisis pola-pola ekonomi global dan menghafalnya untuk membaca situasi. Ketika terjadi krisis, Soros sudah mengetahui apa yang harus dilakukan karena krisis tersebut memiliki pola yang sama dengan kasus sebelumnya. Dari sinilah Soros mengambil kebijakan berdasarkan naluri dan pemahamannya. Namun, kebijakannya seringkali berdampak buruk bagi banyak negara, termasuk Indonesia yang mengalami masa-masa sulit saat itu.

Menurut Forbes, saat ini Soros merupakan orang ke-380 terkaya di dunia dengan kekayaan sebesar 6,7 miliar dolar AS atau sekitar 106 triliun rupiah. Meskipun dia kaya, orang-orang tidak akan pernah melupakan “dosa”-nya di seluruh dunia. Bahkan, dia dianggap sebagai orang yang paling dibenci di dunia.