Pada hari ini, tepat 54 tahun yang lalu, pemimpin Muslim dari Libya, Muammar Khadafi, menggulingkan kekuasaan Raja Idris I dan menjadi Presiden Libya. Kepemimpinannya sangat kontroversial karena sikapnya yang garang terhadap Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). Tidak lama setelah dilantik, Khadafi mengusir militer AS dan Inggris dari Libya dan melakukan nasionalisasi perusahaan asing.
Khadafi juga memiliki gagasan untuk menyatukan dunia Arab menjadi satu negara berdaulat melalui “nasionalisme Arab”, tetapi banyak pemimpin kawasan itu menolak gagasan tersebut. Ia juga mendukung kemerdekaan Palestina dengan menghancurkan musuhnya terutama AS dan Israel.
Meskipun demikian, kebijakan luar negeri Khadafi membuat AS menganggapnya sebagai negara pendukung terorisme sejak 1975. Pada tahun 1986, Presiden AS Ronald Reagan bahkan menyebutnya sebagai “Anjing gila dari Arab”. Perilaku Khadafi juga membuat namanya buruk di mata publik Barat.
Di dalam negeri, Libya di bawah kepemimpinan Khadafi juga terkena otoritarianisme dan korupsi. Khadafi memasukkan keluarga dan rekan politiknya ke dalam operasional BUMN untuk mendapatkan aliran dana ke kantong pribadinya. Dari tindakan tersebut, Khadafi lantas hidup bermewah-mewahan dan diketahui memiliki harta sebesar US$ 200 miliar.
Namun, kekuasaan Khadafi berakhir pada 2011 setelah adanya gelombang Arab Spring dan intervensi militer AS bersama NATO. Khadafi tewas pada tahun yang sama dan kondisi Libya pasca kepemimpinannya tetap memburuk.
Demokrasi yang dibawa AS tidak memberikan dampak yang signifikan, dan harta Khadafi senilai Rp 3.000 triliun juga hilang entah kemana.