Toko kelontong menjadi alternatif bagi masyarakat Indonesia dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari karena mudah dijangkau. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa konsep toko kelontong di sudut wilayah bukan berasal dari ide orang Indonesia.
Sejarah menunjukkan bahwa toko kelontong di Indonesia berkembang dari kebiasaan para imigran China dalam berdagang. Meskipun tidak jelas sejak kapan, tetapi konsep ini mulai muncul sejak masa kolonial.
Pada awalnya, imigran China yang tinggal di Indonesia berdagang di pasar, namun kemudian mulai menjajakan barang secara keliling. Mereka melakukan kebiasaan unik yaitu mengeluarkan suara agar menarik perhatian orang saat berjualan.
Mereka menggunakan alat berbentuk lingkaran kecil yang dipukul dengan bandul kayu untuk menghasilkan bunyi khas seperti “thong…thong” atau “klonthong…klonthong”. Dari situlah, mereka dikenal sebagai pedagang kelontong oleh pembeli.
Para pedagang China ini menjual berbagai kebutuhan sehari-hari seperti kapas, garam, tembakau, jahe, sutera, hingga candu. Mereka berhasil membuka toko di jalan dengan dua deret toko yang saling menghadap, mirip dengan konsep toko modern seperti Indomaret dan Alfamart.
Dengan pola dagangan yang tertata rapih dan efektif, pedagang China ini sukses membangun kekayaan dan memudahkan masyarakat dalam mengakses kebutuhan sehari-hari. Hal ini kemudian menginspirasi banyak orang China lainnya untuk membuka toko kelontong di berbagai desa dan kota di Indonesia.
Saat ini, toko kelontong tidak lagi didominasi oleh orang China saja, tetapi juga oleh orang dari berbagai etnis. Toko kelontong kini menjadi sebutan untuk setiap toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari.