Orang Terkaya Indonesia Membagikan Harta Kepada Warga Agar Mereka Tidak Menderita

by -1757 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak ada gunanya memiliki harta banyak, tetapi masyarakat di sekitar masih terjerat kemiskinan dan kesengsaraan. Atas dasar ini, salah satu orang terkaya di Indonesia masa kolonial, Tjong A Fie mengalihkan hartanya untuk kepentingan masyarakat.

Sebagai catatan, Tjong A Fie merupakan pengusaha asal Medan yang eksis pada tahun 1900-an. Bisnisnya adalah tembakau, gula, perkebunan karet, dan aktif menjadi investor di banyak perusahaan dan bank.

Bahkan, jaringan bisnisnya menguasai seluruh perusahaan di Pantai Timur Sumatera dan banyak wilayah di Asia. Semua itu lantas membuat pria kelahiran 1860 ini kaya raya dan masuk dalam daftar salah satu orang terkaya di Indonesia masa kolonial.

Kendati demikian, kekayaan tak membuatnya terlena. Bermodalkan harta banyak, dia kemudian tercatat dalam sejarah sebagai orang terkaya paling baik hati.

Setidaknya ada dua versi berbeda terkait alasan yang mendorongnya bertindak demikian. Apa saja?

Pertama, menurut paparan Benny G. Setiono dalam Tionghoa Dalam Pusaran Politik (2003), dia menjadi filantropi karena memperoleh kekayaan dari “uang panas”. Alias, berasal dari monopoli penjualan candu atau narkoba.

Kedua, berdasarkan obituari koran De Locomotief (4 Februari 1921) diketahui, motif Tjong A Fie sangat baik hati didasari oleh pengalaman tak mengenakkan dirinya ketika hidup susah dan miskin. Jadi, supaya orang tak merasakan kesulitan, dia hendak membantunya.

Terlepas dari versi mana yang benar, pastinya Tjong A Fie tercatat sebagai sosok dermawan yang mampu menghilangkan penderitaan masyarakat. Semasa hidup dia tercatat membangun banyak rumah sakit yang diberi nama Tjie On Tjie Jan dan rumah sakit khusus lepra atau kusta.

Di bidang keagamaan, dia juga membangun banyak klenteng dan tempat pemakaman khusus warga etnis China diberikan secara gratis. Umat Muslim juga kebagian.

Dia tercatat membiayai seluruh pembangunan masjid di kota Medan. Sekaligus juga memberikan tanah gratis untuk kepentingan wakaf umat Muslim.

Harian de Sumatra Post (27 Februari 1900) mewartakan, kepedulian Tjong A Fie juga dirasakan di dunia pendidikan. Saat sekolah masih jarang, dia secara sukarela mendirikan banyak sekolah yang bisa diakses semua orang tanpa terkecuali, termasuk membuat sekolah Islam, Kristen, hingga China.

Intinya, kebaikan hati Tjong A Fie membuat kota Medan selangkah lebih maju dibanding kota-kota lain pada masa kolonial. Dari sini, dia pun menjadi tokoh paling dihormati selain Sultan Deli.

Sayang, perjalanan hidup Tjong A Fie tergolong singkat, yakni hanya 51 tahun. Pada 4 Februari 1921, dia wafat mendadak karena pendarahan otak. Kematian mendadaknya lantas menjadi duka mendalam warga Medan.

Harian de Sumatra Post (10 Februari 1921) mewartakan, saat berita kematian pengusaha kaya itu tersebar, ribuan orang melayat datang ke rumahnya. Tak hanya warga Medan, tapi juga dari Aceh, Padang, Penang, Malaya, hingga Batavia turut hadir mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir.

Sebelum wafat, dia berwasiat agar sebagian harta menjadi warisan dan sisanya disumbangkan untuk meningkatkan kesejahteraan warga.

(mfa/sef)