Hampir semua peradaban kuno mengenal tentang dongeng pulau berlapis emas. Di India misalnya, berbagai karya syair klasik menceritakan keberadaan pulau emas nun jauh di seberang lautan sana. Karya sastra klasik Ramayana menyebut pulau itu bernama Suvarnabhumi.
Begitupun di Yunani dan Romawi. Sejumlah teks dari dua peradaban itu bercerita tentang pulau emas di selatan India. Salah satu teks dari abad ke-1 Masehi menyebut secara spesifik bahwa pulau impian itu ada di sebuah lokasi di mana matahari tepat di atas kepala. Peradaban modern mengenalnya dengan wilayah khatulistiwa.
Di China, naskah era Dinasti Ming abad ke-14 menyebut negeri tersebut sebagai San Fo Tjai. Penulis memberi petunjuk: lokasi negeri tersebut ada di selatan.
Lalu zaman berganti menjadi modern. Mimpi pencarian harta karun berubah menjadi ekspedisi mencari kebenaran ilmiah atas dongeng tersebut. Para peneliti di era modern bersepakat, pulau yang dimaksud oleh naskah-naskah kuno itu ada di Indonesia, yaitu Sumatera.
Sejarawan O.W Wolters dalam bukunya Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII (2017) menulis banyaknya catatan sejarah tentang Sumatera menunjukan popularitas Asia Tenggara sebagai sumber emas penting di dunia pada masa lalu.
William Marsden dalam The History of Sumatera (1811) menggambarkan aktivitas penambangan emas di Sumatera pada abad ke-19. Dia menyebut Kota Padang menerima 283 kilogram emas dari 1.200 tambang di daerah pedalaman. Setiap tambang diperkirakan memiliki nilai ekonomis hingga 1 juta gulden.
Sejarawan Prancis Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh (1986) menceritakan kondisi di Aceh yang lebih spektakuler. Dia mengatakan Kerajaan Aceh memiliki 300 tambang emas. Setiap tambang diperkirakan mampu menghasilkan emas 24 karat yang seakan tak ada habisnya.
Jenderal asal Perancis Augustin de Beaulieu menjadi saksi mata melimpahnya emas ketika menginjakan kakinya di Aceh pada 1621. Pelaut itu menyebut Aceh seolah memiliki tanah yang mengeluarkan emas. Emas yang ditemukan, kata dia, sering dalam bentuk gumpalan.
Berbagai penelitian sejarah menyebut zaman kolonial memang menjadi masa eksploitasi besar-besaran emas di Sumatera. Perdagangan emas menjadi sumber pendapatan penguasa kolonial, selain penjualan rempah-rempah.
Penduduk lokal turut memanfaatkan terbukanya perdagangan emas internasional itu sebagai peluang mencari cuan. Mereka mengolah emas untuk dijual dan melahirkan pengusaha-pengusaha baru yang kaya raya. Beberapa nama pengusaha asal Sumatera yang kaya berkat emas kemudian memberikan sumbangan ketika Indonesia merdeka.
Saat ini, penambangan emas di sejumlah kawasan Sumatera masih berlangsung, namun tidak semasif dahulu. Jumlah emas di pulau itu telah berkurang drastis. Soal cerita pulau berlapis emas, rasa-rasanya saat ini lebih tepat disematkan untuk pulau lain di ujung timur Indonesia, yakni Papua.