Jakarta, CNBC Indonesia – Dibanding makhluk halus lain, tuyul barangkali paling dikenal masyarakat Indonesia. “Hantu” anak kecil berkepala plontos itu diyakini bisa dipelihara orang untuk mencuri uang diam-diam.
Meski begitu, sejarah mengklaim, mencatat banyak makhluk astral berwujud anak kecil lain yang juga suka mencuri uang. Mereka punya banyak rupa yang tak diketahui banyak orang.
Sebenarnya sudah sejak lama para sejarawan menyoroti keberadaan mereka. Apa saja?
1. Gundhul
Sesuai namanya, makhluk ini gundul alias berkepala plontos. Keberadaannya pertama kali tercatat pada 1860 lewat tulisan “De zending op Java en meer bepaald die van Malang” atau “Misi Khusus di Pulau Jawa dan Lebih Spesifik Lagi di Malang”.
Menurut sejarawan Peter Boomgard dalam Sejarah Ekonomi Modern Indonesia (1988), ghundul digambarkan berusia 4-5 tahun dan berpenampilan botak. Biasanya, ghundul dipelihara orang yang ingin kaya raya.
Dia dirawat seperti “menumbuhkembangkan” anak manusia. Seperti diberi makan dan susu.
Jika ingin ghundul beraksi, maka pemiliknya harus mengorbankan tumbal. Salah satunya menyembelih seekor sapi.
Meski begitu, eksistensi ghundul hilang pada 1930-an. Penyebabnya karena muncul makhluk anak kecil lain yang juga sama-sama diyakini bisa mencuri uang bernama tuyul.
2. Kecit
Kecil ini diceritakan Peter Boomgard. Dikatakan bahwa ia mirip seperti ghundul.
Dia bisa mendatangkan kekayaan bagi siapa saja yang memilikinya. Jika ingin memiliki, maka seseorang harus datang menemui dukun.
Nanti si dukun bakal memberi wejangan bahwa yang dapat memanggil kecit hanya pemiliknya. Asalkan, kecil dipelihara dengan baik.
Menariknya, eksistensi kecit juga sama seperti ghundul, yakni hilang pada 1930-an. Kecit kemudian kalah pamor dengan hantu gundul lain yang bernama tuyul.
3. Mentek
Jika tuyul beraksi di perkotaan, maka hantu anak kecil pencuri uang yang bertugas di pedesaan adalah mentek. Keberadaanya diungkap oleh antropolog Clifford Geertz saat mengunjungi wilayah Mojokuto, Jawa Timur, pada 1950-an.
Dia diceritakan oleh seorang narasumber yang berprofesi sebagai tukang kayu. Kata tukang kayu, di desanya banyak orang memelihara mentek. Tugasnya bukan mencuri uang, tapi padi.
“Dari sini, diketahui mentek menyerupai anak-anak kecil yang tak berpakaian sama sekali. Bahkan, konon masih satu saudara dengan tuyul.
Kendati dipercaya bisa membuat hasil panen melimpah, aksi mentek mencuri padi harus dibayar mahal oleh si pemelihara. Sebab, nasibnya bakal berbeda ketika meninggal.
Penjelasan Logis?
Dalam tulisan yang sama, Peter Boomgard menyebut kemunculan gundhul dan kecit beranjak dari imajinasi masyarakat Jawa kuno terkait kematian anak. Sebab, pada era yang sama saat dua hantu tersebut eksis, kematian anak masih tinggi.
Meski begitu, keberadaan dua hantu tersebut jika didudukkan dalam konteks lebih luas, maka bisa diperoleh satu benang merah yang sama. Yakni kedua cerita berakhir pada 1930-an.
Kenapa demikian?
Jawabannya tak terlepas dari kondisi ekonomi. Sejarah mencatat pada 1930-an, depresi ekonomi melanda dunia.
Banyak orang menjadi miskin. Hanya sedikit orang kaya, termasuk juga warga Indonesia.
Tentu kita tahu eksistensi hantu pencuri uang, sebut saja tuyul, terkait dengan kemunculan orang kaya. Menurut Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018), tuyul hadir karena rasa iri petani terhadap orang kaya baru.
Dengan rasa iri, petani menuduh orang kaya, yang memiliki harta banyak secara cepat, karena memelihara setan. Padahal, mereka punya harta melimpah berkat bisnis.
Artinya, ketika depresi ekonomi melanda pada 1930-an dan tak ada lagi orang kaya, maka orang tidak bisa memainkan narasi hantu pencuri uang. Pada titik ini, berakhirlah eksistensi gundhul dan kecit.
Barulah ketika krisis ekonomi berakhir, muncul lagi orang-orang kaya. Saat ini terjadi, orang memainkan lagi narasi hantu pencuri uang. Kali ini tuyul yang mengambil peran.